KOTAK SURAT TERAKHIR
(Naskah Drama)
PARA
PELAKU
SENO, 45
tahun, penampilan jauh lebih tua dari usianya.
GUN, 42
tahun, adik Seno.
ISTRI,
40 tahun, istri Seno
ED, 20
tahun, anak pertama Seno-Istri, taruna polisi
YO, 19
tahun, anak kedua Seno-Istri, mahasiswa tingkat awal fakultas kedokteran
Re, 18
tahun, anak ketiga Seno-Istri, mahasiswa
tingkat awal fakultas seni
BABAK I
PANGGUNG DI BAGI MENJADI TIGA
KOMPOSISI . KOMPOSISI PERTAMA ADA TOKOH RE, IA DUDUK DI SEBUAH KOTAK KAYU, DI
SAMPINGNYA TERDAPAT SEBUAH KANVAS LUKISAN YANG TAMPAK BELUM RAMPUNG,
BOTOL-BOTOL KECIL CAT, PALET, DAN KUAS. KOMPOSISI KEDUA ADA TOKOH YO, IA DUDUK
DI MEJA BELAJAR YANG PENUH TUMPUKAN BUKU-BUKU TEBAL. KOMPOSISI KETIGA ADA TOKOH
ED, DI SAMPINGNYA TERGELANTUNG SEBUAH SANSAK TINJU . LAMPU KEMUDIAN MENYALA
PELAN DI ATAS TOKOH RE, LAMPU LAIN MENYUSUL MENYALA DI ATAS TOKOH YO, LAMPU
LAIN MENYUSUL MENYALA DI ATAS TOKOH ED. MEMPERLIHATKAN RUANG DAN WAKTU YANG
BERBEDA, DALAM POSISI TABLO, KETIGANYA TAMPAK MELAKUKAN HAL YANG SAMA, MEMBACA
SELEMBAR KERTAS SURAT . SUARA NARATOR
MENGGEMA MEMBACAKAN ISI SURAT.
SUARA: Aku tak perlu
mengingatkan lagi sudah berapa pucuk surat yang telah kulayangkan.
Ini
adalah surat terakhir yang kutulis. Surat ini bukan instruksi, surat ini adalah
amanat. Patuhilah. Sebagai surat terakhir,
mungkin ini adalah kepatuhanmu
yang terakhir kali pula. Pulanglah dan
cobalah bahagiakan Ibumu di hari ulang
tahunnya. Dari seorang yang selama ini kau
panggil ayah.
SECARA BERGANTIAN KETIGA TOKOH
BERGERAK DARI POSISI TABLO
ED : (MEREMAS SURAT DALAM KEPALAN LALU
BERTERIAK DAN MENINJU
SANSAK
DI SAMPINGNYA)
LAMPU DIATAS ED PADAM
RE : (MENCAMPAKKAN SURAT KE TANAH, MENGAMBIL
PALET DAN KUAS,
DENGAN GERAM, GERAKAN TANGANNYA CEPAT MENGGORES KANVAS
DISAMPINGNYA)
LAMPU DI ATAS RE PADAM
YO : (PELAN MELIPAT SURAT DAN MENYELIPKAN DI BUKU TEBAL YANG
ADA DI DEPANNYA)
LAMPU
PADAM
BABAK II
PANGGUNG
BERSETTING GARASI RUMAH. TAMPAK TUMPUKAN-TUMPUKAN BARANG TERSERAK DI MANA-MANA.
DI SUDUT RUANGAN BERDIRI DUA ORANG MENJELANG TUA SALING BERHADAPAN. SEORANG
BERDIRI DI SAMPING SEBUAH MEJA KAYU YANG DI ATASNYA TERDAPAT SESUATU YANG
TERTUTUP OLEH TUDUNG DARI KAIN. SEORANG YANG LAIN BERDIRI DENGAN TIDAK SABAR
DAN MUKA MASAM MENGAMATI SESUATU YANG TERBUNGKUS TUDUNG DI ATAS MEJA TERSEBUT.
HINGGA SEORANG YANG BERDIRI DI SAMPING MEJA DENGAN ANTUSIAS KEMUDIAN MEMBUKA
TUDUNG KAIN YANG MENUTUPI BARANG DI ATAS MEJA. SENYUMANNYA DILANJUTKAN DENGAN
TAWA-TAWA KECIL.
SENO : Perkenalkan karya terbesarku ini (DENGAN RAUT
BANGGA, KEDUA
TANGANNYA MELIUK DI SEPUTAR BENDA
BERBENTUK RUMAH-
RUMAHAN MUNGIL DENGAN TEKSTUR TANPA
LEKUKAN TAJAM).
GUN : Apa itu? Seperti sebuah kota surat. Jadi?
Aku tak mengerti maksudmu. Untuk apa kau
perlihatkan padaku sebuah kotak surat?
SENO : Mendekatlah, lihat baik-baik. Bagaimana?
GUN : (MENDEKAT DAN MENELITI KOTAK SURAT) Sebuah
kotak surat tetap saja
kotak surat. Tak ada bedanya.
SENO : Ayolah lebih dekat lagi. Sentuhlah.
GUN : Menyentuhnya? Aku tak mau menyentuhnya!
SENO : Sentuh atau!
GUN : Baiklah-baiklah. Dasar gila, untuk apa aku
menyentuh sebuh kotak surat.
(BERGERAK UNTUK MENYENTUHKAN TANGAN
KE KOTAK SURAT)
SENO : Nah sentuh, usap. Ketukkan sedikit
genggamanmu, lalu … cium!
GUN : Apa! Mencium kotak surat. Apa kau
benar-benar telah kehilangan akal sehat? Kau
tahu kabar burung tentangmu dari
tetangga nampak ada benarnya.
SENO : Kabar burung? Jangan dengarkan mereka.
GUN : Aku tak mendengarkan mereka (BERGERAK
MENJAUH) tapi kenyataannya kau
memang bertingkah aneh. Lihatlah
dirimu? Akhir-akhir ini kau jarang muncul. Istrimu
bilang kau selalu mendekam di garasi ini
hingga berjam-jam tanpa ada alasan yang
jelas. Bagaimana kau bisa betah
dengan bau ini. Rasanya lebih mirip di sebuah tempat
pengrajin, bau masam kayu bercampur
dengan cairan-cairan kimia.
SENO : Ini labku, bukan sekadar garasi!
GUN : Lab? Ini lebih tepat sebagai
kandang ternak!
SENO : Sudah cukup. Biar kutegaskan,
semua ini bukan tanpa alasan? Kau ingin tahu
alasannya. Benda di depanmu inilah
alasannya.
GUN : Kotak surat ini?
SENO :Ya. Jadi ayo lekas usap, ketuk-ketuk
sedikit lalu cium baunya, aromanya.
GUN : Kau … ahh! Ada-ada saja. Kau benar-benar …
baiklah-baiklah, lihat dengan jelas
agar kau puas. Aku tidak mau mengulanginya
lagi seumur hidupku (CEPAT
BERGERAK DAN MENCIUM KOTAK SURAT), puas?
SENO : Fantastis, bukan?
GUN : Fantastis? Apanya yang fantastis! Ini cuma
kotak surat biasa!
SENO : Perhatikan baik-baik (KESAL). Apa tanganmu tak
merasakan teksturnya? Apa kau tak
mendengar bunyi gemanya yang lunak? Apa tak
membersitkan sesuatu padamu?
Betapa bodoh kau. Apa kau tak mencium aroma
yang khas dari surat ini?
GUN : Tidak ada. Biasa-biasa saja. Kotak suratmu
sama baunya dengan garasi ini.
SENO : Ini labku! Hahh? Rupanya indramu sudah
berkarat. Kau tahu kotak surat ini kubuat
dengan bahan metalion delirium
polyester. Terobosan baru.
GUN : Sebuah
kotak surat dari plastik, apa hebatnya?
SENO : Plastik? Plastik! Kurang ajar, ini bukan
plastik. Metalion delirium polyester. Bukan
plastik!
GUN : Men-taliun, del, del apa,
delirium silvester. Terserah apa katamu, tapi ada yang ingin
kusampaikan.
SENO : Apa kau tak bisa mengeja dengan benar,
katakan apa yang hendak kamu sampaikan.
GUN : Aku ingin kita berdua saling terbuka.
Ingat, aku saudaramu satu-satunya. Aku tahu
kondisi kesehatanmu tidak begitu baik. Tapi
jangan sampai itu mempengaruhi segala
sesuatu di sekitarmu. Jika ada sesuatu yang
membuatmu kesal dan mengganggu
pikiran, ceritakan padaku. Aku siap
mendengarkan.
SENO : Kau pikir aku gila!? Aku sehat-sehat saja.
Tidak ada yang mengganggu pikiranku.
Pergilah, kau membuatku kesal!
GUN : Baik-baik, aku pergi (MELANGKAH KE ARAH
PINTU, BERHENTI SEBENTAR)
Ada satu hal yang harus kau ketahui. Kau
laki-laki sempurna. Kau mempunyai isteri
yang cantik, setia. Anak-anakmu cerdas dan
mandiri, rumahmu nyaman dan
menyenangkan. Kau memiliki keluarga harmonis
idaman tiap orang. Jadi jangan
bertingkah seolah kau tak mendapatkan semua
itu. Tak ada alasan untuk berbuat
sesuatu yang konyol.
SENO : Sesuatu yang konyol? Dasar, pergi sana! Kau
sama sekali tak mengerti. Kau sama
sekali tak mengerti apa artinya legasi.
LAMPU
PADAM
BABAK
III
HALAMAN SEBUAH
RUMAH KOS. ED BERDIRI DI DEPAN PINTU. YO DUDUK DI KURSI PLASTIK, SIBUK MEMBACA
BUKU DIKTAT TEBAL. ED TAMPAK TIDAK SABAR MENUNGGU REAKSI PINTU DIBUKA DARI
DALAM.
ED : Lama sekali kau berkemas Re. Apakah kau
sibuk berbedak dan bergincu juga?
(TERTAWA). Lihatlah saudaramu yang satu itu Yo, sudah seperti banci
saja.
YO : (TIDAK MENJAWAB SIBUK
MEMBOLAK-BALIKKAN BUKU DIKTAT DAN
MEMPERBAIKI POSISI KACAMATANYA)
ED : Hey kutu buku, aku bicara padamu!
RE KELUAR DENGAN
TAS RANSEL BESAR DI PUNGGUNG DAN SEBUAH TAS TENTENG.
ED : (TERTAWA MELIHAT RE KELUAR DENGAN BAWAAN
YANG BANYAK)
Lihatlah Yo, adikmu ini seperti
hendak pergi ke gunung saja. Banyak sekali
bawaannya. Apakah tak ketinggalan
popokmu Re?
RE : Apa kau tak punya sopan santun, berteriak-teriak
di muka pintu. Seperti rumah ini
milikmu saja. Tirulah Yo dan
kebisuannya, mungkin kau bisa belajar bagaimana
caranya merebut hati gadis dengan
kepintarannya.
YO : (BERDIRI TERUSIK AKTIVITASNYA) Apa? Aku tak percaya. Merebut?
Apa yang
aku
rebut darimu? Aku tak percaya Setelah selama ini! Apakah kau tidak bisa
melupakannya? Sudah jelas dia sudah muak kau
jejali dengan kata-kata indahmu yang
penuh omong kosong. Harusnya kau lebih miris
dengan orang-orang yang
menggunakan kekerasan otot-ototnya yang
menonjol tak karuan untuk memikat gadis-
gadis (MEMANDANG KE ARAH ED).
ED : Cukup! Aku tak ingin ada ribut-ribut lagi. Masih
saja kalian meributkan masalah
gadis. Jangan melihat ke belakang.
YO : Hahh, siapa yang paling ribut di sini.
ED : Tetaplah jadi pendiam Yo, oke. Sekarang
adakah diantara kalian yang tahu, ada
urusan apa ini sebenarnya. Siapa
kali ini yang berbuat ulah.
RE : Pakai nanya lagi? Paling-paling kau
menghamili seorang gadis lagi.
ED : Kalian menuduhku? Apa yang kuperbuat?
Aku hanya menerima sepucuk surat dari
Ayah. Sama seperti kalian. Surat terakhir
katanya.
YO : Ya, ia juga mengatakan hal yang sama
dalam suratnya untukku. Ayah pasti sangat
kesal pada kita hingga mengharuskan
aku satu mobil bersama kalian.
RE : Sangat-sangat kesal. Mengapa kita tidak
berangkat sendiri-sendiri?
ED : Baiklah, ingat kita sudah sepakat. Perjalanan
ini mungkin bukanlah ide yang bagus.
Bahkan terlintas pun tidak. Tapi kita sudah
sepakat. Segala sesuatunya tidak menjadi
akan lebih mudah bagi
masing-masing. Kita semua tahu. Tapi sejak awal sudah
kutandaskan, aku yang bertanggung jawab
atas perjalanan ini. Aku yang mengurus
segala keperluan, merencanakan kedatangan
kita bersama, apa-apa yang kita ucapkan
nantinya, dan mengantar kalian kembali.
Bagaimana? Ada argumen atau pertanyaan.
Tak ada. Bagus. Sekarang kita nikmati
perjalanan kita yang menyenangkan.
LAMPU
PADAM
BABAK IV
DI HALAMAN RUMAH
YANG RIMBUN OLEH TUMBUH-TUMBUHAN, SENO SEDANG MEMASANG KOTAK SURAT BUATAN
TANGANNYA DI ATAS PAGAR. TAMPAK LELAH IA, SEBENTAR-SEBENTAR MENGGERAK-GERAKKAN
PINGGANG UNTUK MENGUSIR PEGAL. ISTRINYA MENGHAMPIRI.
ISTRI : Pagi yang cerah sayang.
SENO : Ya, sangat cerah. Ahh, udara yang segar.
ISTRI : Tumben sepagi ini sudah keluar dari gudang,
kangen pada halaman dan kebun?
SENO : Kau menyindirku? Aku tahu akhir-akhir ini aku
jarang ke luar rumah. Si Gun bilang
aku mendekam di garasi seperti
tumpukan koran bekas.
ISTRI : Adakalanya dia benar. Kau tahu, sayang, kau
tampak lucu jika sedang sewot. Semakin
tampan.
SENO : Tampan? Apalagi jika bersanding dengan perempuan
cantik dan hebat sepertimu.
ISTRI : Terima kasih. Oh ya, kau sedang memasang
kotak surat baru rupanya?
SENO : Ya, perkenalkan. Ini kotak surat terbaru
kita, bagus bukan?
ISTRI : Sangat bagus. Indah sekali. Kapan kau
membelinya?
SENO : Membeli? Aku membuat kotak surat ini dengan
tanganku sendiri. Sebuah
prototip kotak surat konvensional masa
depan.
ISTRI : Bisakah Tuan Jenius ini menjelaskan
keunggulan kotak surat ini.
SENO : Dengan senang hati, begini (MEMATUT-MATUT
DIRI DAN BERDEHEM
SEOLAH DALAM PRESENTASI RESMI) Jika
dilihat dari segi fisik, kotak surat ini
memang tak berbeda dengan kotak
surat pada umumnya. Tapi ada satu hal yang harus
diperhatikan dari kotak surat ini.
ISTRI : Apa itu?
SENO : Bahan!
ISTRI : Bahan? Terbuat dari apakah kotak surat ini?
SENO : Kotak surat ini terbuat dari bahan sintetis
penemuan terbaruku. Bahan tersebut akan
membuat kotak surat ini tak lekang dimakan
usia. Tidak akan berkarat dan rusak.
Konstruksinya sangat kokoh. Hujan badai tak
akan menggoyahkanya. Tendangan bola
nyasar anak-anak tidak akan membuatnya
bergetar, apalagi pesok seperti nasib kotak
surat kita sebelumnya. Kotak surat ini juga
anti air, setetes pun air tak akan mampu
meresap ke dalam. Surat-surat dalam kotak
tidak akan rusak, akan selalu aman terjaga.
Suhu di dalamnya juga akan tetap terjaga.
Sesuai dengan kebutuhan kertas surat.
Panas tidak akan berpengaruh sama sekali.
Warnanya akan selalu baru, tak akan
mengelupas atau luntur dalam lima dekade.
Garansi. Satu hal lagi, aromanya. Aroma
kotak surat ini sangat berbeda dengan kotak
surat dari kayu atau logam. Lebih harum.
Bagaimana?
ISTRI : Hebat, aku percaya kotak surat ini tidak akan
tergantikan.
SENO : Pasti, sampai anak cucu kita. (BEBERAPA SAAT
TERDIAM)
ISTRI : Kau rindu anak-anak?
SENO : Bocah-bocah bandel itu? Ah, mereka selalu
berbuat atas kemauannya sendiri. Ribut
sendiri-sendiri. Bikin kesal. Tak bisakah
mereka sekali-sekali ribut dengan orang lain
dan bukannya dengan saudara
sendiri? Tidak ada yang beres. Darimana mereka punya
sifat keras kepala seperti itu?
ISTRI : Sudah, sudah. Aku tahu kamu rindu. Kapan
mereka datang?
SENO : Entahlah, tapi mereka tidak akan melupakan
hari istimewa ini lagi. Aku sudah
menggertak mereka dalam surat. Bahkan sedikit
pelajaran kerjasama secara langsung.
Semua sudah dalam rencana, mereka pasti akan
pulang.
ISTRI : Rencana? Kau tak bilang tentang rencana.
SENO : Tentu, ini rahasia laki-laki.
ISTRI : Baiklah, aku tak mau tahu atau penasaran.
Tapi sekarang kita masuk dulu ke dalam
rumah. Aku sudah siapkan sarapan
istimewa.
SENO : Kau mengajakku masuk kembali ke dalam rumah.
Padahal aku baru saja menikmati
suasana di luar.
ISTRI : Ayolah, nanti sarapannya dingin, lagi pula
kau adalah raja di dalam, bukan tumpukan
koran bekas.
SENO : Baiklah, baiklah. (BERJALAN MASUK KE DALAM)
LAMPU
PADAM
BABAK V
TERDENGAR BUNYI
MOBIL YANG MENGEREM MENDADAK. SUARANYA MENCICIT DIAKHIRI SUARA DEBUM. LALU
GADUH ORANG-ORANG RIBUT SALING BAKU
HANTAM. SETTING PANGGUNG ADALAH PINGGIRAN HUTAN DENGAN BATU-BATU BESAR. RE
MEMAPAH YO KE TENGAH PANGGUNG. DI SANA IA MENYANDARKAN YO KE BATU BESAR. ED
KEMUDIAN MUNCUL MENYERET SESEORANG, IA MENJEREMBABKAN ORANG ITU KE TANAH DAN
MENENDANGNYA TANPA AMPUN. RE MELERAI, IA
MEMEGANGI ED. KESEMPATAN ITU DIMANFAATKAN OLEH LAWANNYA UNTUK KABUR.
ED : Bedebah! Sekali lagi kau sentuh
saudaraku, mampus kau di sini! Bangsat! Bajingan!
YO : Sudah, Ed. Sudah. Dia bisa mati nanti.
Jangan dikejar, biarkan dia pergi. Kita sama
sekali tidak mengenal seluk beluk daerah ini.
Jangan cari keributan.
ED : Entah apa mau mereka. Kalian tidak
apa-apa? Bagaimana kondisimu Yo?
YO : Aku tidak apa-apa. Hanya memar sedikit.
ED : Kita terjebak di sini. Tak ada yang
bakal menolong untuk mengeluarkan mobil kita
yang terperosok begitu dalam. Mobil-mobil tak
bakal ada yang mau berhenti di tengah
hutan ini. Kita terpaksa menunggu sampai fajar.
RE : Kita bisa mati kedinginan.
ED : Tidak mungkin, bukan mati kedinginan,
tapi kamu akan mati ketakutan Re.
(TERTAWA KECIL)
YO : Sudahlah Ed, jangan memulai. Bagaimana kuliah
senimu, Re?
RE : Baik. Semua dalam kendali yang sempurna
jika diperbandingkan dengan keadaan
mobil kita sekarang. Benar, bukan?
ED : Kau benar. Aku tak bisa membayangkan
reaksi Ayah ketika melihat lekukan-lekukan
tak lazim di mobil kesayangannya yang seksi
ini.
RE : Belum lagi goresan-goresan yang artistik
di sana. Wow, pffuuihh .... Tapi tak usah
khawatir, semua dapat kita serahkan
pada calon ahli bedah kita.
ED : Ya, untung saja ada dia. Paling tidak,
ada seseorang yang dapat ditertawakan. Kau
tahu kenapa, Re? Karena aku sudah
membayangkan, sebagai calon dokter, dia sangat
beruntung tidak menjadi calon dokter bedah
pertama yang menjadi pasien di ruang
operasi. (TERTAWA BERSAMA RE)
YO : Hahaha, terima kasih atas cemoohannya
kalian berdua. Lagi pula, Re, apa yang kau
lakukan ketika kakakmu ini digebukin
orang.
RE : Hei, masih untung aku memapahmu. Lagi
pula ada Tuan Jenderal yang
bertugas. Sudah menjadi kebiasaan di kesatuan.
Bukankah begitu Ed?
ED : Ya, selalu siap melayani Anda.
YO : Ya benar, untung ada Tuan Jenderal. Aduh
sial, perutku masih mual kena tinju
bajingan itu.
ED : Sudah jangan mengeluh, nanti juga lebih
baik. Untung kau tidak kena pukul di muka.
Kau harus mulai belajar beladiri, Yo. Lain
kali akan kulatih kau.
YO : Sudah-sudah, jangan meledek terus, ingat
kita bahkan belum membeli kado untuk Ibu.
ED : Kita bisa beli bunga di jalan besok.
RE : Kok bunga, rasanya seperti menjenguk
orang sakit.
YO : Apakah Tuan Seniman kita yang bermimpi
dengan karya masterpiece punya usul lain?
RE : Aku? Aku tidak punya usul apapun. Aku
bisa membuatkan Ibu sebuah lukisan jika
lebih awal diberitahu.
YO : Menghadiahi ibu dengan lukisan abstrakmu
itu. Kau bahkan tidak bisa menggambar
anatomi dengan benar? Bisa-bisa
mukaku jadi lebih jelek daripada kena tonjok.
RE : Aku sedang tidak punya ide atau uang, jadi
bagiku asalkan bukan pisau bedah atau
pistol, aku setuju.
YO : Lucu sekali, Re.
RE : Apakah komplotan mereka tidak akan
datang lagi membawa teman-teman mereka?
ED : Entahlah. Lihat sikumu berdarah Yo. Re,
papah kakakmu masuk mobil, cari
sesuatu untuk membersihkan lukanya, lalu
balut.
YO : Tak apa, biar kubalut sendiri, sudah
biasa. Terima kasih. Aku bersyukur dalam
keadaan seperti ini ada kalian di
sampingku. Aku akan baik-baik saja. (HENING)
ED : Aku akan cari sesuatu untuk membuat
perapian. Cobalah untuk istirahat. Kita tidak
tahu apa yang bakal kita hadapai
besok.
LAMPU
PADAM
BABAK VI
RUANG MAKAN. SAAT ISTRINYA SIBUK
MEMBENAHI MEJA MAKAN DAN MENATA HIDANGAN SENO MUNCUL MEMBAWA KUE TAR LENGKAP
DENGAN LILIN BERBENTUK ANGKA 40. SAMBIL BERJALAN MENDEKATI ISTRI, SENO
MENYANYIKAN LAGU SELAMAT ULANG TAHUN. SETELAH SELESAI, ISTRINYA MENIUP LILIN
TERSEBUT DAN MEMBERI CIUMAN PADA SENO.
ISTRI : Terima kasih atas kuenya sayang.
SENO : Seharusnya bukan aku yang membawakannya. Tapi
anak-anak bandel itu, mereka
belum juga datang. Dasar! Masak
terlambat di ulang tahunmu.
ISTRI : Kau menunggu mereka sayang? Mereka sebentar
lagi pasti datang, sabarlah.
Bagaimana keadaanmu?
SENO : Aku baik-baik saja, jangan khawatir. Dokter
boleh memvonis apapun tentang
kesehatanku. Tapi aku yang memiliki tubuh ini.
Aku yang paling tahu kondisi
tubuhku.Rambutku boleh saja memutih
sebelum waktunya. Dagingku boleh jadi
hilang digerus penyakit sialan ini. Tapi aku
sehat sekali hari ini.
ISTRI : Itu baru seseorang yang kukenal.
SENO : Seseorang yang kau kenal?
ISTRI : Ya, pria yang akan mendampingiku dan memperjuangkannya
seumur hidup.
SENO : Tetap saja aku kesal dengan anak-anak itu.
ISTRI : Kamu tahu, sayang, kuakui rencanamu sungguh
bagus. Aku tidak bisa membayangkan
anak-anak itu berada dalam satu mobil. Pasti
mereka saling diam. Begitu
membosankan perjalanan mereka.
SENO : Itu tidak mungkin. Aku sudah mengatur sedikit
guncangan-guncangan.
ISTRI : Guncangan?
SENO : Kau lihat saja hasilnya nanti.
ISTRI : Bagaimana kalau mereka tidak akur?
SENO : Mereka kan punya kebutuhan. Meraka nantinya
toh akan memutuskan di mana
mereka istirahat, makan, pergantian menyetir,
cari penginapan, buang air, mereka
butuh berkomunikasi. Mereka sudah dewasa,
mereka akan saling mengerti, saling
terbiasa dengan karakter satu sama lain.
Mereka harus bersatu. Bukankah pada
dasarnya mereka sama? Mereka akan menjadi
saudara yang sempurna. Mereka punya
kenangan kebersamaan. Mereka akan
mendapatkannya lagi.
ISTRI : Kau benar sayang. Aku yakin semua akan
berjalan sesuai rencanamu. Walaupun aku
tidak
tahu maksudmu melakukan semua ini.
SENO : Setidaknya, dengan upayaku ini, nantinya ada
yang akan mendampingimu,
menghiburmu, meramaikan rumah ini nantinya
jika waktuku ….
LAMPU
PADAM
BABAK VII
ED, YO, DAN RE
SUDAH MENGINJAK HALAMAN RUMAH AYAH MEREKA.
RE : Ah, Akhirnya kita sampai.
ED : Ah, akhirnya, rumahku istanaku, kasur
empukku, apakah masih ada ya?
YO : Ah, pegal sekali (MENGGELIAT)
ED : Ayo lekas masuk, jangan biarkan Ibu
menunggu, lagipula jangan membuat Ayah
keluar. Aku tak mau melihat
reaksinya melihat mobilnya yang kita bawa.
YO : Hei, lihat ayah memasang kotak surat
baru!
ED : Ya, bagus sekali. Sangat jauh berbeda dengan
kotak surat yang kau buat ya Re.
YO : Jika maksudmu kotak surat yang penyok
terkena lemparan anak-anak iseng itu, kau
benar, sangat jauh berbeda kelas. Kotak ini
sangat elegan, begitu kokoh. Lekukannya
sangat halus. Sempurna. Benar-benar kotak surat
yang bagus.
RE : Ah, itu kan pengamatan dari orang yang
tidak punya nilai rasa seperti kalian. Tapi hei,
lihat ada yang aneh dengan kotak surat ini.
YO : Sesuatu yang aneh? Kotak surat ini
bagus, tidak ada yang aneh. Sudahlah, Re, jangan
bertingkah menutupi ego senimu.
RE : Hei, lihatlah dengan seksama. Di mana ya
lubang kotak surat ini?
ED : Lubang kotak surat? Benar juga, di mana
ya Ayah meletakkannya?
YO : Hei, kotak surat ini tidak memiliki
lubang!
MEREKA
BERPANDANG-PANDANGAN HERAN. TAPI TAK LAMA MEREKA KEMUDIAN BERPALING KE ARAH
PINTU RUMAH. BERSAMA-SAMA MEREKA BERTERIAK.
ED, YO,
DAN RE : Ayah....
Ibu.... Kami pulang….
TAMAT
BIODATA
PENULIS
Mochammad Asrori dilahirkan di
kota Surabaya, 24 Juni 1980. Alumni Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas
Negeri Surabaya. Menulis esai, cerpen, dan puisi di tengah rutinitas sebagai wartawan
Glocal Magazine. Saat ini bergiat di komunitas penulis Warung Fiksi. Alamat:
Dsn. Sidonganti
RT.02/RW.01, Ds. Ngingasrembyong, Sooko, Mojokerto, 61361. Email: rori_story@yahoo.com. Ponsel: 085 231 586 507
Tidak ada komentar:
Posting Komentar