TANDA BAHAYA
Bakdi Soemanto
Para pelaku:
- Yanti
- Asdiarti
- Kusni
- Surti
Panggung menggambarkan suatu kelas.
Ada tiga atau empat meja, kursi murid, sebuah meja dan kursi untuk guru, dan
sebuah papan tulis. Letak perlengkapan itu diatur sedemikian rupa sehingga
memberikan kesan sebuah kelas.
01.
Yanti seorang pelajar, tampak tengah duduk di
salah satu meja itu. Ia menekuni sebuah buku pelajaran.
02.
Asdiarti : (masuk
dan terkejut melihat Yanti masih dikelas) Kau masih di sini, Yanti? Belum
pulang?
03.
Yanti : (tidak menjawab. Ia hanya menggeleng, dan
terus melanjutkan membaca)
04.
Asdiarti : (mendekati) Ada sesuatu?
05.
Yanti : (menggeleng)
06.
Asdiarti : aku
mengerti sebenarnya persoalanmu, Yanti. Lebih baik kau mengatakan kepadaku
lekuk liku persoalanmu. Sehingga kalau aku tahu persis duduk perkara,
barangkali aku bisa menolongmu.
07.
Yanti : Aku
mengerti, aku memang harus mengatakannya. Tetapi aku tidak tahu dari mana dan
bagaimana harus mulai.
08.
Asdiarti : Kenapa?
09.
Yanti : Sangat
ruwet!
10.
Asdiarti : Kau
dipaksa kawin oleh orang tuamu?
11.
Yanti : Antara
lain itu. Tapi banyak lagi soalnya.
12.
Asdiarti : Apa?
13.
Yanti : Ah,
sudahlah. Sebaiknya kau tak usah memaksaku mengatakannya. Sulit. Terlalu sulit.
14.
Asdiarti : Yah,
aku tahu kau tidak krasan di rumah.
15.
Yanti : (memandang)
16.
Asdiarti : Itu
persoalan yang banyak kita rasakan bersama.
17.
Yanti : Kau
juga mengalami seperti itu?
18.
Asdiarti : Memang.
Cuma persoalanku tidak seberat persoalanmu. Aku selalu menghibur diri dengan
cara pergi dengan teman-teman pria kalau Minggu. Ke Kaliurang atau ke mana
saja.
19.
Yanti : Dulu
aku mencoba demikian. Tetapi kalau aku pergi, sesudah sampai di rumah, aku
mengalami peristiwa yang sama. Bahkan terasa lebih berat. Maka saya
menghentikan cara-cara pelarian seperti itu.
20.
Asdiarti : Tetapi,
kita harus menghibur diri, Yanti.
21.
Yanti : Lebih
dari itu, aku lebih ingin menyelesaikan persoalan. Cara seperti itu tidak
menyelesaikan persoalan. Itu bahkan menyiksa. Makin menyiksa.
22.
Asdiarti : Lalu,
mesti bagaimana?
23.
Yanti : Aku
tak mengerti.
24.
Asdiarti : Tidak
mengerti
25.
Yanti : Itulah
yang menyedihkan. Kita mengalami sesuatu, tetapi kita tak mengerti bagaimana
memahami pengalaman itu sendiri...
26.
Asdiarti : (tersenyum)
27.
Yanti : Kau
tersenyum? Mengejekku?
28.
Asdiarti : Kau
tidak tahu, Yanti, bahwa kau sebenarnya gelisah bukan? Aku juga gelisah.
Nah....
29.
Yanti : Benar.
Kupikir, kita ini mau apa? Setelah selesai sekolah ini, lalu kita melanjutkan
sekolah lagi. Barangkali hanya satu dua tahun. Paling bantere tiga tahun, sudah
itu kita dipinang orang. Kita jadi ibu...Apa artinya pelajaran yang kita terima
semuanya ini sekarang.
30.
Asdiarti : Nah....(tersenyum)
31.
Yanti : Kita
mempersiapkan diri untuk menjadi sesuatu yang tidak ada artinya.
32.
Adiarti : Maksudmu?
33.
Yanti : Menjaid
istri. Menjaid ibu. Apa artinya itu? Apa pula hubungannya dengan sekolah yang
kita tempuh selama ini?
34.
Asdiarti : Maka
kita gelisah. Karena sebenarnya kita tak pernah mengerti nasib kita yang akan
datang.
35.
Yanti : Dan
persoalan yang kita hadapi itu, tidak bisa dipecahkan dengan ilmu pengetahuan
yang kita terima di sekolah sekarang ini.
36.
Asdiarti : Kau
mau? (mengeluarkan sebatang rokok)
37.
Yanti : Apa
ini?
38.
Asdiarti : Bawalah
kalau kau mau. Kau akan memperoleh ketenangan.
39.
Yanti : (menerima lalu diletakkan di atas meja)
40.
Asdiarti : Ambillah.
Simpanlah di tasmu. Jangan sampai kelihatan guru kita.
41.
Yanti : (memandang
penuh ketidakmengertian)
42.
Asdiarti : Kalau
kau tak mau, biarlah kusimpan sendiri. Ini cukup mahal...(mengambil rokok itu lalu menyimpannya sendiri kembali) Kau bisa
datang ke rumahku kalau kau mau. Nanti Antok, Yusman, Joko pada datang untuk
menjemput aku pergi ke....
43.
Yanti : (berdiri)
Pergi ke mana?
44.
Asdiarti : Pergi
ke suatu tempat pokoknya...sip deh.
45.
Yanti : Aku
mendengar dari Ketiek kesenanganmu pergi ke tempat-tempat itu. Itu....
46.
Asdiarti : Berdosa?
47.
Yanti : Bukan.
48.
Asdiarti : Maksiat?
49.
Yanti : Bukan.
50.
Asdiarti : Itulah
dunia muda masa kini.
51.
Yanti : Barangkali
benar.
52.
Asdiarti : Nah,
nyatanya kau menerima juga tho?
53.
Yanti : Tapi
mengapa harus begitu? Itu berbahaya bagi kesehatan. Kita masih sangat muda,
Asdi. Bayangkan, kalau masa remaja kita, kita habisi dengan cara-cara itu hari tua kita dapat apa? Lagi pula,
tujuanmu mencari kebebasan tetapi menempuh jalan itu, apakah sebenarnya kau
tidak membuat dirimu diperbudak kembali oleh kebiasaanmu itu?
54.
Asdiarti : Aku
tak mengerti omonganmu, Yanti. Kalau kau tak mau tak usah bertele-tele
menasihatiku.
55.
Yanti : (diam)
56.
Asdiarti : Baiklah.
Kau pulang enggak? Itu Kusni, Surti, menunggu di luar. Kalau kau nggak pulang,
aku pulang duluan...Dan kalau kau mau, kutunggu kau nanti sore di rumahku.
57.
Yanti : (tidak menjawab, cuma memandang))
58.
Asdiarti : (mengemasi barangnya siap mau pergi)
59.
Yanti : Kenapa
kau takut ketahuan guru kita?
60.
Asdiarti : Karena
mereka akan marah. Merampas dan menyetrap.
61.
Yanti : Kau
tahu sebabnya?
62.
Asdiarti : Nggak.
Mereka orang tua yang kolot. Seperti orang tua kita saja.
63.
Yanti : Itu
berbahaya. Obat bius dilarang diedarkan secara bebas.
64.
Asdiarti : Tapi
mereka toh juga tak sanggup menyelesaikan kegelisahanku. Sedikit-sedikit bilang
dosa, maksiat, porno, huh!
65.
Kusni : Astaga.
Nagapain, nih, kalian di sini? Kutunggu di luar sampai lama banget.
66.
Asdiarti : Mau
nolong Yanti. Akibatnya malah dapat kuliah.
67.
Surti : Pantessan.
Habis cita-cita Yantimau jadi dosen.
68.
Yanti : Aku
memperingatkan Asdiarti. Bahaya main-main rokok begituan..
69.
Surti : Sudahlah, Yanti, mari kita pulang
saja. Ini sudah jam (menengok arloji
tangannya)....Setengah dua. Sebentar lagi kelas ini dipakai anak-anak sore.
70.
Yanti : Pulanglah
dulu kalau kalian mau pulang. Aku butuh belajar....
71.
Surti : Aaaaahhhh,
kau nunggu Pak Lukas?
72.
Surti, Asdiarti, Kusni, tertawa bersama.
73.
Yanti : Pergi!
74.
Kusni : Yanti,
aku mencintaimu. Boleh?
75.
Yanti : (mengangguk)
76.
Kusni : Kenapa
kita harus bertengkar. Kita sahabat, bukan?
77.
Yanti : (merebahkan kepala ke meja)
78.
Kusni : Sebenarnya
kau tak usah melanjutkan hubungan. Paling kau hanya memperoleh nasihat-nasihat
saja. Nasihat tidak akan menyelesaikan persoalanmu. Keuntungannya hanya muak,
mual....
79.
Yanti : Barangkali
benar. Tapi aku membutuhkan bimbingan.
80.
Kusni : Tetapi
sebagai akibatnya, istrinya menjadi cemburu kepadamu. Bukankah itu merusak
rumah tangganya?
81.
Yanti : Aku
tahu. Itulah yang kusedihkan. Tapi aku memang membutuhkan dia..
82.
Kusni : Memang.
Aku sebenarnya juga.
83.
Yanti : Dulu
kuharapkan Bu Sri mau mengerti persoalanku. Tapi ia malah marah melulu.
84.
Asdiarti : Nah,
sekolah ini memang konyol...
85.
Yanti : Sekolah
ini tidak salah. Tapi kita yang salah. Kita terlalu menuntut banyak...
86.
Kusni : Kita
memang membutuhkan sesuatu di sekolah, kalau sesuatu yang kita butuhkan tidak
kita temukan di rumah.
87.
Asdiarti : Sesuatu
itu apa?
88.
Kusni : Aku
tak mengerti.
89.
Asdiarti : Barangkali.....(tersenyum) semacam kehangatan.
90.
Yanti : Ya,
tepat.
91.
Kusni : Sukar
sekali.
92.
Yanti : Sedih
bukan?
93.
Asdiarti : Ya,
kehangatan...bukan mimpi-mimpi, bukan pelarian (mengambil rokok kemudian membuang)
94.
Kusni : Agar
kita kerasan di sekolah. Tapi apa itu mungkin...?
95.
Yanti : Sedih
sekali.
96.
Asdiarti : (berjalan mau mengambil rokok yang sudah
dibuang)
97.
Yanti : Biarkan
dia di situ!
98.
Asdiarti : Kalau
ketahuan?
99.
Yanti : Biar
guru-guru kita mengerti, inilah dunia kita yang sebenarnya.
100. Asdiarti : Tapi aku akan diamarahi lagi.
101. Yanti : Akulah yang akan bilang, bahwa aku yang
membawa rokok itu.
102. Asdiarti : Yanti!
103. Yanti :
Aku mau tahu, sesudah marah guru-guru
kita lalu berbuat apa kepada kita.
104. Kusni : Aku akan ikut dimarahi, Yanti. Ayo ambil,
Asdi.
105. Yanti : Jangan!
106. Surti : Kau jangan aneh-aneh, Yanti. Kalau kita dikeluarkan bagaimana...?
107. Yanti : Percayalah. Guru-guru kita perlu mengerti apa
yang kita pikirkan, kita butuhkan, kita gelisahkan, setiap hari...Agar mereka
tidak sekadar menempa kita dengan rumus-rumus apa yang dihafal melulu.....
(Yanti
pergi. Yang lain menatap terus mengikuti perginya. Tinggal Asdi. Lalu Asdiarti
mengambil rokok itu mengikuti mereka. Sebelum off stage, Asdiarti membalik lalu
melemparkan rokok itu ke kelas lagi, dan lari sambil berteriak: )
108. Asdiarti :
Yanti, Yanti tunggu...
**
Diketik ulang oleh: Ni Ketut Ans
Widhiani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar