WELCOME TO "O-REZ" BLOG

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Salam Budaya!!!

Wellcome to my blog !
Selamat datang teman-teman pecinta budaya ... Blog ini O-Rez buat untuk memberi sedikit bantuan kepada teman-teman yang sedang membutuhkan naskah-naskah teater, cerpen, maupun monolog. Tak perlu panjang lebar, silahkan nikmati naskah-naskahnya !!!
Semoga berguna !!!

Keep Smiling From O-Rez :)

Label

Senin, 08 Oktober 2012

TANDA BAHAYA


TANDA BAHAYA
Bakdi Soemanto

Para pelaku:
  1. Yanti
  2. Asdiarti
  3. Kusni
  4. Surti


Panggung menggambarkan suatu kelas. Ada tiga atau empat meja, kursi murid, sebuah meja dan kursi untuk guru, dan sebuah papan tulis. Letak perlengkapan itu diatur sedemikian rupa sehingga memberikan kesan sebuah kelas.
01.        Yanti seorang pelajar, tampak tengah duduk di salah satu meja itu. Ia menekuni sebuah buku pelajaran.
02.        Asdiarti   : (masuk dan terkejut melihat Yanti masih dikelas) Kau masih di sini, Yanti? Belum pulang?
03.        Yanti       :  (tidak menjawab. Ia hanya menggeleng, dan terus melanjutkan membaca)
04.        Asdiarti   :  (mendekati) Ada sesuatu?
05.        Yanti       :  (menggeleng)
06.        Asdiarti   :  aku mengerti sebenarnya persoalanmu, Yanti. Lebih baik kau mengatakan kepadaku lekuk liku persoalanmu. Sehingga kalau aku tahu persis duduk perkara, barangkali aku bisa menolongmu. 
07.        Yanti       :  Aku mengerti, aku memang harus mengatakannya. Tetapi aku tidak tahu dari mana dan bagaimana harus mulai.
08.        Asdiarti   :  Kenapa?
09.        Yanti       :  Sangat ruwet!
10.        Asdiarti   :  Kau dipaksa kawin oleh orang tuamu?
11.        Yanti       :  Antara lain itu. Tapi banyak lagi soalnya.
12.        Asdiarti   :  Apa?
13.        Yanti       :  Ah, sudahlah. Sebaiknya kau tak usah memaksaku mengatakannya. Sulit. Terlalu sulit.
14.        Asdiarti   :  Yah, aku tahu kau tidak krasan di rumah.
15.        Yanti       :  (memandang)
16.        Asdiarti   :  Itu persoalan yang banyak kita rasakan bersama.
17.        Yanti       :  Kau juga mengalami seperti itu?        
18.        Asdiarti   :  Memang. Cuma persoalanku tidak seberat persoalanmu. Aku selalu menghibur diri dengan cara pergi dengan teman-teman pria kalau Minggu. Ke Kaliurang atau ke mana saja.
19.        Yanti       :  Dulu aku mencoba demikian. Tetapi kalau aku pergi, sesudah sampai di rumah, aku mengalami peristiwa yang sama. Bahkan terasa lebih berat. Maka saya menghentikan cara-cara pelarian seperti itu.
20.        Asdiarti   :  Tetapi, kita harus menghibur diri, Yanti.
21.        Yanti       :  Lebih dari itu, aku lebih ingin menyelesaikan persoalan. Cara seperti itu tidak menyelesaikan persoalan. Itu bahkan menyiksa. Makin menyiksa.
22.        Asdiarti   :  Lalu, mesti bagaimana?
23.        Yanti       :  Aku tak mengerti.
24.        Asdiarti   :  Tidak mengerti
25.        Yanti       :  Itulah yang menyedihkan. Kita mengalami sesuatu, tetapi kita tak mengerti bagaimana memahami pengalaman itu sendiri...
26.        Asdiarti   :  (tersenyum) 
27.        Yanti       :  Kau tersenyum? Mengejekku?
28.        Asdiarti   :  Kau tidak tahu, Yanti, bahwa kau sebenarnya gelisah bukan? Aku juga gelisah. Nah....
29.        Yanti       :  Benar. Kupikir, kita ini mau apa? Setelah selesai sekolah ini, lalu kita melanjutkan sekolah lagi. Barangkali hanya satu dua tahun. Paling bantere tiga tahun, sudah itu kita dipinang orang. Kita jadi ibu...Apa artinya pelajaran yang kita terima semuanya ini sekarang.
30.        Asdiarti   :  Nah....(tersenyum)
31.        Yanti       :  Kita mempersiapkan diri untuk menjadi sesuatu yang tidak ada artinya.
32.        Adiarti     :  Maksudmu?
33.        Yanti       :  Menjaid istri. Menjaid ibu. Apa artinya itu? Apa pula hubungannya dengan sekolah yang kita tempuh selama ini?
34.        Asdiarti   :  Maka kita gelisah. Karena sebenarnya kita tak pernah mengerti nasib kita yang akan datang.
35.        Yanti       :  Dan persoalan yang kita hadapi itu, tidak bisa dipecahkan dengan ilmu pengetahuan yang kita terima di sekolah sekarang ini.
36.        Asdiarti   :  Kau mau? (mengeluarkan sebatang rokok)
37.        Yanti       :  Apa ini?
38.        Asdiarti   :  Bawalah kalau kau mau. Kau akan memperoleh ketenangan.
39.        Yanti       :  (menerima lalu diletakkan di atas meja)
40.        Asdiarti   :  Ambillah. Simpanlah di tasmu. Jangan sampai kelihatan guru kita.
41.        Yanti       :  (memandang  penuh ketidakmengertian)
42.        Asdiarti   :  Kalau kau tak mau, biarlah kusimpan sendiri. Ini cukup mahal...(mengambil rokok itu lalu menyimpannya sendiri kembali) Kau bisa datang ke rumahku kalau kau mau. Nanti Antok, Yusman, Joko pada datang untuk menjemput aku pergi ke....
43.        Yanti       : (berdiri) Pergi ke mana?
44.        Asdiarti   :  Pergi ke suatu tempat pokoknya...sip deh.
45.        Yanti       :  Aku mendengar dari Ketiek kesenanganmu pergi ke tempat-tempat itu. Itu....
46.        Asdiarti   :  Berdosa?      
47.        Yanti       :  Bukan.
48.        Asdiarti   :  Maksiat?
49.        Yanti       :  Bukan.
50.        Asdiarti   :  Itulah dunia muda masa kini.
51.        Yanti       :  Barangkali benar.
52.        Asdiarti   :  Nah, nyatanya kau menerima juga tho? 
53.        Yanti       :  Tapi mengapa harus begitu? Itu berbahaya bagi kesehatan. Kita masih sangat muda, Asdi. Bayangkan, kalau masa remaja kita, kita habisi dengan cara-cara itu          hari tua kita dapat apa? Lagi pula, tujuanmu mencari kebebasan tetapi menempuh jalan itu, apakah sebenarnya kau tidak membuat dirimu diperbudak kembali oleh kebiasaanmu itu?
54.        Asdiarti   :  Aku tak mengerti omonganmu, Yanti. Kalau kau tak mau tak usah bertele-tele menasihatiku.
55.        Yanti       :  (diam)
56.        Asdiarti   :  Baiklah. Kau pulang enggak? Itu Kusni, Surti, menunggu di luar. Kalau kau nggak pulang, aku pulang duluan...Dan kalau kau mau, kutunggu kau nanti sore di rumahku.
57.        Yanti       :  (tidak menjawab, cuma memandang))
58.        Asdiarti   :  (mengemasi barangnya siap mau pergi)     
59.        Yanti       :  Kenapa kau takut ketahuan guru kita?
60.        Asdiarti   :  Karena mereka akan marah. Merampas dan menyetrap.
61.        Yanti       :  Kau tahu sebabnya?
62.        Asdiarti   :  Nggak. Mereka orang tua yang kolot. Seperti orang tua kita saja.
63.        Yanti       :  Itu berbahaya. Obat bius dilarang diedarkan secara bebas.
64.        Asdiarti   : Tapi mereka toh juga tak sanggup menyelesaikan kegelisahanku. Sedikit-sedikit bilang dosa, maksiat, porno, huh!
65.        Kusni      :  Astaga. Nagapain, nih, kalian di sini? Kutunggu di luar sampai lama banget.
66.        Asdiarti   :  Mau nolong Yanti. Akibatnya malah dapat kuliah.
67.        Surti        :  Pantessan. Habis cita-cita Yantimau jadi dosen.
68.        Yanti       :  Aku memperingatkan Asdiarti. Bahaya main-main rokok begituan..
69.        Surti        : Sudahlah, Yanti, mari kita pulang saja. Ini sudah jam (menengok arloji tangannya)....Setengah dua. Sebentar lagi kelas ini dipakai anak-anak sore.
70.        Yanti       :  Pulanglah dulu kalau kalian mau pulang. Aku butuh belajar....
71.        Surti        :  Aaaaahhhh, kau nunggu Pak Lukas?
72.        Surti, Asdiarti, Kusni, tertawa bersama.
73.        Yanti       :  Pergi!
74.        Kusni      :  Yanti, aku mencintaimu. Boleh?
75.        Yanti       : (mengangguk)
76.        Kusni      :  Kenapa kita harus bertengkar. Kita sahabat, bukan?
77.        Yanti       :  (merebahkan kepala ke meja)
78.        Kusni      :  Sebenarnya kau tak usah melanjutkan hubungan. Paling kau hanya memperoleh nasihat-nasihat saja. Nasihat tidak akan menyelesaikan persoalanmu. Keuntungannya hanya muak, mual....
79.        Yanti       : Barangkali benar. Tapi aku membutuhkan bimbingan.
80.        Kusni      :  Tetapi sebagai akibatnya, istrinya menjadi cemburu kepadamu. Bukankah itu merusak rumah tangganya?
81.        Yanti       :  Aku tahu. Itulah yang kusedihkan. Tapi aku memang membutuhkan dia..
82.        Kusni      :  Memang. Aku sebenarnya juga.
83.        Yanti       :  Dulu kuharapkan Bu Sri mau mengerti persoalanku. Tapi ia malah marah melulu.  
84.        Asdiarti   : Nah, sekolah ini memang konyol...
85.        Yanti       :  Sekolah ini tidak salah. Tapi kita yang salah. Kita terlalu menuntut banyak...   
86.        Kusni      :  Kita memang membutuhkan sesuatu di sekolah, kalau sesuatu yang kita butuhkan tidak kita temukan di rumah.
87.        Asdiarti   :  Sesuatu itu apa?
88.        Kusni      :  Aku tak mengerti.
89.        Asdiarti   : Barangkali.....(tersenyum) semacam kehangatan.
90.        Yanti       :  Ya, tepat.
91.        Kusni      :  Sukar sekali.
92.        Yanti       :  Sedih bukan?
93.        Asdiarti   :  Ya, kehangatan...bukan mimpi-mimpi, bukan pelarian (mengambil rokok kemudian membuang)
94.        Kusni      :  Agar kita kerasan di sekolah. Tapi apa itu mungkin...?
95.        Yanti       :  Sedih sekali.
96.        Asdiarti   :  (berjalan mau mengambil rokok yang sudah dibuang)
97.        Yanti       :  Biarkan dia di situ!
98.        Asdiarti   :  Kalau ketahuan?
99.        Yanti       :  Biar guru-guru kita mengerti, inilah dunia kita yang sebenarnya.
100.    Asdiarti   :  Tapi aku akan diamarahi lagi.
101.    Yanti       :  Akulah yang akan bilang, bahwa aku yang membawa rokok itu.
102.    Asdiarti   :  Yanti!
103.    Yanti       : Aku mau tahu, sesudah marah guru-guru kita lalu berbuat apa kepada kita.
104.    Kusni      :  Aku akan ikut dimarahi, Yanti. Ayo ambil, Asdi.
105.    Yanti       :  Jangan!
106.    Surti        :  Kau jangan aneh-aneh, Yanti.  Kalau kita dikeluarkan bagaimana...?
107.    Yanti       :  Percayalah. Guru-guru kita perlu mengerti apa yang kita pikirkan, kita butuhkan, kita gelisahkan, setiap hari...Agar mereka tidak sekadar menempa kita dengan rumus-rumus apa yang dihafal melulu.....
                           (Yanti pergi. Yang lain menatap terus mengikuti perginya. Tinggal Asdi. Lalu Asdiarti mengambil rokok itu mengikuti mereka. Sebelum off stage, Asdiarti membalik lalu melemparkan rokok itu ke kelas lagi, dan lari sambil berteriak: )
108.    Asdiarti   : Yanti, Yanti tunggu...

**



Diketik ulang oleh: Ni Ketut Ans Widhiani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar