TANGIS
P.
Hariyanto
Para Pelaku:
- Fani
- Inu
- Gina
- Jati
- Hana
Pentas :
menggambarkan sebuah taman atu halaman.
01.
Fani dan Gina sedang menangis, dengan suara yang
enak didengar, dengan komposisi yang sedap dipandang.
02.
Hana : (muncul tertegun, mendekati kedua temannya).
Ada apa ini? Fani, Gina, mengapa
menangis? Mengapa? Katakanlah, siapa tahu aku dapat membantu. Ayolah, Fani, apa
yang terjadi? Ayolah, Gina, hentikan sebentar tangismu!
03.
Fani dan Gina tidak menggubris Hana. Mereka terus
menangis secara memilukan.
04.
Hana : Ya,
Tuhan! Duka macam apakah yang kau bebankan kepada kedua temanku ini? Dan apa
yang harus kulakukan bila aku tidak tahu sama sekali persoalannya semacam ini? Fano,
Gina, sudahlah! Kita memang wanita sejati, tanpa ada seorangpun yang berani
meragukan, dan oleh karena itu pula maka kita juga berhak istimewa untuk
menangis. Namun apapun persoalannya, tidaklah wajar membiarkan seorang sahabat
kebingungan semacam ini, sementara kalian berdua menikmati indahnya tangisan
dengan enaknya. Ayolah, hentikan tangis kalian. Kalau tidak, ini akan kuanggap
sebagai penghinaan yang tak termaafkan, dan sekaligus akan mengancam
kelangsungan persahabatan kita!
05.
Fani dan Gina tertegun sejenak mendengar kata-kata
Hana. Mereka menghentikan tangis, saling bertatapan, lalu Gita memberikan
selembar kertas kepada Hana. Keduanya meneruskan tangisnya.
06.
Hana membaca tulisan pada kertas itu. Ia termangu
beberapa saat, geleng-geleng kepala, kemudian iktu menangis pula.
07.
Inu : (muncul tergopoh-gopoh). Ada apa? Ada apa
ini? Mereka mengganggu lagi? Gila! Mereka memang terlalu! Sudahlah, aku yang
akan menghadapinya! (menacri batu untuk
senjata). Tenanglah kalian. Kita mengakui bahwa kita memang makhluk lemah (mulai menangis), miskin,bodoh, dan tak
punya daya. Tetapi itu tidak berarti bahwa kita dapat mereka hina secara
semena-mena. (sambil menangis) Berapa
kali mereka melakukannya? Huh, cacingpun menggeliat jika diinjak, apalagi kita,
manusia! Mungkin kini mereka akan gentar pada tekad perlawanan kita. Tetapi
jangan puas, mereka harus diberi pelajaran, agar tahu benar-benar bahwa kita
bukanlah barang mainan. (menangis)
Baiklah, akan kucari mereka dengan batu-batu di tanganku! (beranjak pergi)
08.
Hana : (menahan Inu seraya memberikan selembar
kertas).
09.
Inu : (menerima
kertas itu, membacanya, bengong sesaat, kemudian geleng-geleng kepala dan
tertaw-tawa sendiri. Diamat-amatinya teman-temannya satu persatu sambil
tersenyum-senyum.)
10.
Jati : (muncul,
heran melihat situasi itu, kemudian marah kepada Inu) Inu! Kauapakan
mereka?
11.
Inu : Tenang, Jati. Tidak ada apa-apa!
12.
Jati : Enak saja! Senang, ya, dapat membuat orang
lain menangis?
13.
Inu : Hei, bukan aku penyebabnya, Jati! (tertawa)
14.
Jati : Kamu mampu tertawa sementara ketiga
sahabatmu menangis duka. Di mana perasaanmu, Inu?
15.
Inu : Jati, apakah setiap tangis itu duka?
16.
Jati : Tetapi mereka jelas nampak menderita!
17.
Inu : (tertawa)
Tampak menderita tidak sama dengan nyata menderita!
18.
Jati : Gila! Tidak kusangka! Aku kini tahu mutu
pribadimu yang sesungguhnya, Inu!
19.
Inu : Ampun, Jati! Sabar, Jati! Nih, baca. (memberikan selembar kertas)
20.
Jati : (dengan
segan menerima, kemudian tertegun ketika membacanya). “Maaf kami sedang
latihan menangis, jangan ganggu, ya!? Trim’s!” Gila! Sudah! Selesai! Hentikan
latihan gila-gilaan ini!
21.
Semua tertawa terbahak-bahak, sementara Jati salah
tingkah.
**
Diketik ulang oleh: Ni Ketut Anis Widhiani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar