MENUNGGU KEKASIH
Betapa mahalnya
Harga sebuah kesetiaan
Betapa mahalnya
Harga sebuah kesabaran
Betapa mahalnya
Harga sebuah kepercayaan
SINOPSIS
Adalah dua orang tua yang
menjadi penghuni panti jompo, mereka adalah nona Kumala yang meskipun tua
tetapi selalu ingin tampil trendi, sementara yang satunya adalah Diajeng
Kusyarini, orangnya lugu tetapi cerewet. Sebelum di panti keduanya belum sling
kenal, tetapi aneh keduanya punya masalah yang sama, yaitu menunggu kekasih
selama enam puluh tahun.
Kedua perempuan ini terlalu
setia menunggu lelaki yang dahulu menjadi kekasihnya. Sampai mereka tuapun,
sampai mereka pikunpun, sampai mereka masuk panti jompo, mereka rela belum
kawin, rela menunggu. Untung saja mereka mendapat perwatan yang penuh kasih sayang
dari seorang perawat panti, yaitu sutter Ika.
Setelah enam puluh tahun
menunggu, baru di tahun ke enam puluh ini mereka mengerti bahwa mereka
mempunyai kekasih yang sama, yaitu Amat Sape’i si pemuda Wonosari, yang
merantau ke Serawak dan sampai akhir hayatnya belum bisa pulang ke Yogya
memenuhi janjinya untuk menikahi kedua kekasihnya itu.
Pagi yang cerah, sunyi, sepi, damai. Di teras sebuah
Panti Jompo yang kelihatan sederhana tapi bersih. Beberapa tanaman di sekitar
rumah itu tampak segar sehingga menambah sejuknya suasana pagi itu. Sebentar
kemudian sepi itu dipecahkan oleh suara kelonthongan sapi yang dibunyikan oleh
Diajeng Kusyarini, panggil saja Jeng Kus.
JENG KUS : (SAMBIL MEMBUNYIKAN BEL) Sutter... ter...
sutter Ika... ka.. di mana kamu nduk ?.. nduk ?... Sutter... ter... Sutter...
sut...
SUTTER IKA : (DARI JAUH DI DALAM RUMAH) Iya Nek saya
datang... sebentar... (SETELAH MENGHADAP), ada apa Nek ?
JENG KUS : Nenek lagi, nenek lagi. Bosen ah, panggil
saja Jeng Kus, gitu. Kan lebih akrab. Sudah berapa kali saya bilangin, orang
masih perawan kok dipanggil nenek.
SUTTER IKA : Iya Jeng, Jeng Kus... (BERPIKIR SEJENAK) Tapi
rasanya kok nggak enak ya?
JENG KUS : Sudah.... sudah nggak usah dipikir enak dan
tidak enaknya. Oh ya, saya tadi mau apa ya ? Kok manggil Sutter Ika ? Apa ya ?
SUTTER IKA : Lho, mana saya tahu...
JENG KUS : (SADAR KALAU MEMBAWA JARUM JAHIT) Oh.. iya,
baru ingat sekarang, saya bawa jarum jahit dan ini artinya mau menjahit, saya
mau menjahit kebaya saya yang kembang-kembang ungu. Nah, sebelum saya mulai
menjahit saya akan bertanya kepada Sutter Ika, dimanakah kebaya yang akan saya
jahit itu, Sutter pasti tahu.
SUTTER IKA : Ya jelas tahu dong Nek, kebayanya ada di
kalungkan di leher Nenek.
JENG KUS : Gusti Allah... Iya.. ya, tadi saya taruh di
sini kok bisa lupa ya ? (TIBA-TIBA DARI KAMAR NONA KUMALA, JUGA TERDENGAR SUARA
BEL MEMANGGIL SUTTER IKA)
NONA KUMALA : (DARI JAUH, MASIH DI KAMAR) Sutter Ika....
Sutter Ika... Di mana topi merah jambuku ?
SUTTER IKA : Iya sebentar (KEMUDIAN MASUK KE KAMAR NONA
KUMALA)
JENG KUS : Dasar nenek cerewet, nenek genit, sok seksi,
sok aksi, sok manis... gula kali (SAMBIL MENJAHIT KEBAYANYA YANG ROBEK)
NONA KUMALA : (KELUAR KAMAR, ASYIK NYANYI) Oh mama aku mau
kawin mah... eh mama gue mau kawin mah...
JENG KUS : Eh... sombong !! Mboknya sudah almarhum saja
masih nyebut-nyebut. (MENGEJEK) Oh simbok, aku mau kawin mbok.. oh, simbok...
NONA KUMALA : (TAK MENGHIRAUKAN EJEKAN JENG KUS) Hallo...
pretty women...
JENG KUS : Ash !! Preti women... preti women !! Apa itu?
NONA KUMALA : (DENGAN KETWANYA YANG KHAS) Ehem... Sudah
lama di sini Jeng Kus ? (JENG KUS ASYIK MENJAHIT) Jahit ni yee...
(MEMPERHATIKAN JAHITAN JENG KUS, TERTAWA GELI) Kalau jahitnya begitu, kapan
selesainya ??
JENG KUS : Memangnya kenapa ?
NONA KUMALA : Mana benang jahitnya ?
JENG KUS : (SADAR BELUM PAKAI BENANG) Gusti Allah....
(CEPET-CEPET MEMBUNYIKAN BEL) Sutter Ika... Sutter... sut... Sutter Ika...
SUTTER IKA : (JAUH DARI DAPUR) Iya, saya datang (SETELAH
MENGHADAP) Ada apa lagi Nek ?
JENG KUS : Jeng...
SUTTER IKA : Iya Jeng, Diajeng Kusyarini...
JENG KUS : Sutter bagaimana ini. Saya menjahit kok nggak
ada benangnya ?
SUTTER IKA : Lho, yang menjahit itu siapa ? Kok malah saya
yang ditanya ?
JENG KUS : Iya ya, betul juga. Saya yang jahit, kok saya
juga yang tanya. (MALU, KETAWA SENDIRI)
SUTTER IKA : Sekarang begini saja, Jeng Kus tunggu di sini
biar saya yang mengambil benang jahitnya. (KEPADA NONA KUMALA) Aduh...
pagi-pagi begini kok sudah cantik sekali, mau ke mana Non ?
NONA KUMALA : Tentu dong. Harus setia setiap saat pada
kecantikannya, dan kalau seorang wanita tidak tampil cantik, maka ia dikatakan
ketinggalan jaman, kuno, ndesit, dan itu namanya tidak moderen...
JENG KUS : Eh, Non Kumala, jaman moderen, tidak jaman
batu. Tidak jaman rikiplik, tidak juga jaman sekarang. Yang namanya kecantikan
itu tidak kenal jaman. Dan yang namanya wanita ya memang harus selalu cantik,
bersih, sopan, santun bersusila.....
NONA KUMALA : Nah... Betul kan, Sutter Ika..
JENG KUS : E... e...eee... Tunggu dulu, aku belum
selesai omongnya. Orang tampil cantik itu boleh-boleh saja, tapi ya lihat umur
dulu. Sudah bau peti mati begitu, dandannya masih menor.
NONA KUMALA : (DENGAN KETAWANYA YANG KHAS) Sutter.......
SUTTER IKA : Iya.. Ada apa, Non Kumala ?
NONA KUMALA : Anu Sutter, bolehkah saya keluar barang
sebentar saja ?
SUTTER IKA : Mau ke mana ?
NONA KUMALA : Mau ke balai desa, pingin ikut kegiatan
anak-anak karang taruna.
SUTTER IKA : Kegiatan apa, Non ?
NONA KUMALA : Senam aerobic.
SUTTER IKA : Aduh, jangan Non Kumala. Jangan aerobic ah.
Yang ringan-ringan saja, taichi lah, waitankung lah, jailangkung lah, jangan
kangkung lah, pokoknya yang pakai kung... kung... itu lho...
NONA KUMALA : Ogah... Emoh, kalau yang ringan-ringan.
Pokoknya aerobic, aerobic, aerobic...
SUTTER IKA : Jangan, jangan, jangan. Pokoknya yang ringan.
NONA KUMALA : Saya ndak mau yang ringan !! (NGAMBEK)
JENG KUS : Dasar jumbo, gembrot !! Maunya
njumbul-njumbul !
SUTTER IKA : Sudah... sekarang Non Kumala duduk-duduk di
sini saja, ngobrol dengan Jeng Kus. (MASUK, SETELAH BEBERAPA SAAT JENG KUS LUPA
AKAN JAHITANNYA, IA TERINGAT LAGI DAN LANGSUNG MEMBUNYIKAN BELNYA)
JENG KUS : Sutter... ter... Benang jahitnya mana ?
SUTTER IKA : Iya sebentar, baru dicari, (KELUAR LAGI) Ini
benang jahitnya Jeng Kus. (MASUK LAGI)
SETELAH MENDAPAT BENANG JAHIT, JENG KUS MULAI MENJAHIT,
TETAPI LUPA APA YANG MAU DIJAHIT, SEHINGGA IA MENJAHIT KEBAYA YANG SEDANG
DIPAKAINYA.
NONA KUMALA : Jeng Kus, tahu tidak ? Kenapa saya selalu
memakai make up, selalu berhias, berdandan berjam-jam di kamar ? Karena saya
sedang menunggu kedatangan kekasih saya yang akan datang menjemput saya.
JENG KUS : Nyindir.....
NONA KUMALA : Kekasih tercinta, yang enam puluh tahun lalu
berjanji akan menikahi saya, bayangkan, enam puluh tahun..
JENG KUS : Nyindir lagi....
NONA KUMALA : (ASYIK DENGAN DIRI SENDIRI) Oh, kekasihku
tercinta, oh my sweet heart I love you, aku masih setia, dan aku yakin
engkaupun juga masih setia. My love, sudah enam puluh tahun aku menunggumu,
kapan kau akan menjemputku ? (KEPADA JENG KUS) Eh Jeng, kekasihku itu orangnya
kalem, sopan, menyenangkan dan emm sangat tampan. (ASYIK DENGAN DIRI SENDIRI
LAGI) Dahulu sewaktu aku masih pacaran...... (KEPADA JENG KUS) Tapi jangan
samakan pacarannya dengan jaman sekarang lho. Aku dulu paling hanya muter-muter
kampung, ngobrol. Kalau anak sekarang, baru pacaran saja sudah berani
pegang-pegangan, remet-remetan entah apa yang diremet. Sudah berani nginep di
vila beberapa hari. Sudah berani kiss-kissan, (JENG KUS TIDAK PAHAM
KISS-KISSAN) Itu lho, ambung-ambungan. Makanya di jaman sekarang banyak anak
remaja yang sudah hamil sebelum nikah. Dasar anak sekarang bandel-bandel.
(TERINGAT PACARANNYA DAHULU) Aku masih mencintaimu mas. (MENARI, MENYANYI)
Oh... my love, aku masih ingat ketika kau berjanji padaku, kau akan menikahiku,
dan kau bilang aku harus menunggu bila saatnya tiba, dan akupun berjanji akan
selalu setia menunggumu, hari ini kau pasti datang. Enam puluh tahun sudah,
hari ini kau pasti menjemputku, hari ini kau pasti datang melamarku.
JENG KUS : Mulai lagi.... mulai lagi... Nyindir lagi...
NONA KUMALA : Nyindir apa ?
JENG KUS : Itu tadi !! Kamu nyindir-nyindir saya, enam
puluh tahun menunggu kekasih.
NONA KUMALA : Nyindir-nyindir bagaimana ?
JENG KUS : Nyindir enam puluh tahun menunggu kekasih
yang akan melamar, yang berjanji akan menikahiku.
SUTTER IKA : (YANG TIBA-TIBA DATANG) Ada apa ini kok ribut
banget ??
JENG KUS : Itu Sutter, Non Kumala. Nyindir-nyindir saya
terus..
NONA KUMALA : Nyindir apa ? Ini fakta kok, ini kenyataan
kok dan ini sungguh-sungguh terjadi, benar ku alami. Lha kok dibilang
nyindir..., lha malah Jeng Kus itu yang menghina saya (MENIRUKAN JENG KUS) Enam
puluh tahun menunggu kekasih yang tak kunjung datang. Iya kan ? Iya kan ?
SUTTER IKA : Iya, tapi sabar..
JENG KUS : Tidak ada sabar-sabaran. Pokoknya dia telah
menyindir saya, enam puluh tahun menunggu kekasih. Dan itulah yang benar-benar
terjadi, benar-benar ku alami. Enam puluh tahun yang lalu, yang dia berjanji
akan menikahiku. Enam puluh tahun lalu, sebelum dia akan merantau ke Serawak.
NONA KUMALA : Ke Serawak ? Pemuda Wonosari yang merantau ke
Serawak ?
JENG KUS : Pemuda Wonosari ? Kok tahu ? Pemuda yang
rambutnya keriting, kumisnya tebal, ada tahi lalatnya di bawah mata kirinya ?
JENG KUS &
NONA KUMALA : Amat Sape’i, pemuda Wonosari, enam puluh
tahun, keriting...
SUTTER IKA : Lho kok ?????
JENG KUS &
NONA KUMALA : Pergi ke Serawak. Berjanji melamarku......
SUTTER IKA : Lho kok ?????
JENG KUS &
NONA KUMALA : Jadi kekasih kita sama.... ?
SUTTER IKA : Sama ? Enam puluh tahun ? Edaaan !!!
JENG KUS &
NONA KUMALA : Edann..... (JENG KUS DAN NONA KUMALA TERTAWA
KARENA KEKASIHNYA SAMA, SUTTER IKA HANYA BENGONG, ADA SUARA BEL SEPEDA DARI PAK
POS)
JENG KUS,
NONA KUMALA,
SUTTER IKA : Surat. (SEMUA MALAH JADI KEBINGUNGAN)
SUTTER IKA : Biar saya yang ambil. (MENGAMBIL SURAT.
KEPADA PAK POS) Terima kasih pak pos.
JENG KUS &
NONA KUMALA : Buat siapa Sutter ?
SUTTER IKA : Ini ada surat buat Jeng Kus dan juga Nona
Kumala.
JENG KUS &
NONA KUMALA : Buat saya, asyiiik. (KEDUANYA LANGSUNG
MEREBUT SURAT TERSEBUT, TAPI CUMA DILIHAT SAJA DAN KEMUDIAN DISERAHKAN KEMBALI
PADA SUTTER IKA) Tolong bacakan Sutter.
JENG KUS : Maklumlah Sutter, ndak bisa baca.
NONA KUMALA : Saya sih bisa baca, hanya saja matanya sudah
ndak kuat.
SUTTER IKA : Iya saya bacakan. Jeng Kus, Non Kum duduk
saja.
JENG KUS &
NONA KUMALA : Iya... iya... duduk...
SUTTER IKA : Kata pak pos, surat ini tadinya di alamatkan
ke rumah Jeng Kus dan Nona Kumala, tapi oleh orang rumah disuruh mengantar
kemari sekalian. (SEJENAK SUTTER IKA
KAGET, TERPERANGAH, KARENA MELIHAT AMPLOP SURATNYA SAMA PERSIS) Kok sama,
tulisannya juga sama, coba saya buka ya (MEMBUKA SURAT JENG KUS LALU MEMBACA
SEKILAS) O... ya. Sekarang surat Nona Kumala (MEMBUKA DAN MEMBACANYA, KAGET)
Lho kok isinya juga sama, persis, titik komanya juga persis, kata per katanya
juga persis.
JENG KUS &
NONA KUMALA : Dari siapa Sutter ?
SUTTER IKA : Dari Amat Sape’i.
JENG KUS &
NONA KUMALA : Amat Sape’i ????? Oh.. (KEMUDIAN MELONGO)
SUTTER IKA : Saya bacakan ya. Buat kekasihku tercinta,
saya kanda Amat Sape’i sangat yakin se yakin-yakinnya kalau dinda tercinta
masih setia menunggu kakanda. Seperti janji kita dahulu.
JENG KUS : Oh mas Amat Sape’i. Seperti janji kita,
sampai kini aku masih menunggu, aku masih setia.
NONA KUMALA : Mas Amat Sape’i, untukmu aku setia setiap
saat. Aku selalu merindukanmu mas...
SUTTER IKA : Saya lanjutkan ya.. Mengenai janjiku dahulu
akan tetap aku tepati. (KUS, KUMALA MELONGO) Tetapi sayang tidak di sini (KUS,
KUMALA TAMBAH MELONGO) Karena sewaktu dinda membaca surat ini, mungkin kanda
sudah tidak di sini lagi .
NONA KUMALA : Ya jelas tidak di sini, lha wong di Serawak.
JENG KUS : Iya, di Serawak juga ndak apa-apa.
SUTTER IKA : Melalui surat wasiat ini........
JENG KUS &
NONA KUMALA : Surat wasiat ??? Innalillahi’ ....
Berarti....
SUTTER IKA : Melalui surat wasiat ini mas Amat Sape’i
melamarmu, adinda.
JENG KUS &
NONA KUMALA : Melamar ????? (MELONGO)
SUTTER IKA : Dan perkawinannya akan kita laksanakan, besok
di akherat.
JENG KUS : Di akherat ? Ha ? (MASIH MENGANGA MULUTNYA,
DIA DUDUK DI KURSI DAN TIDAK BERGERAK, KAKU)
NONA KUMALA : (JADI GAGAP) Di..... di..... akh...akh...
khe... khe... rrat.... mmma.... mmass.... (JUGA KAKU SEPERTI JENG KUS)
SUTTER IKA : Salam manis dari mas Amat Sape’i yang juga
manis. Wassalam. Serawak 27 Januari 1990. Kekasihmu Amat Sape’i.
JENG KUS &
NONA KUMALA : Ya...... (KEMUDIAN LEMAS TAK BERDAYA, MUNGKIN
MATI. MELIHAT KEJADIAN TERSEBUT SUTTER IKA MALAH BENGONG DAN MALAH SHOCK
BERAT).
Puthut Buchori
Gowongan, 1993
[mementaskan
naskah drama ini harus ada pemberitahuan kepada penulis]
Tentang Puthut Buchori
Nama Lengkap
Puthut Buchori Ali Marsono, Kelahiran 6 September 1971. Alumni Jurusan teater
ISI Yogyakarta, Selain Menjadi Direktur Artistik Bandungbondowoso ready on
stage, Juga direktur Artistik di Teater MASA Jokjakarta, Perfomance Artist
Post Punk Perfomance, dan bekerja secara freelance pada beberapa
kelompok kesenian. Saat ini aktif menjadi konseptor dan pemimpin redaksi
Underground Buletin Sastra ASK [Ajar Sastra Kulonprogo]. Berteater sejak kelas
satu SMP di teater JIWA Yogyakarta pimpinan Agung Waskito ER. Telah Berproses
teater lebih dari 100 repertoar, baik sebagai sutradara, pemain, tata artistik
maupun tata lampu. Pernah membina kelompok teater, antara lain : Teater MAN
Yogyakarta 1, Teater Puspanegara SMUN 5 Yogyakarta, SMUN 1 Depok Sleman
Yogyakarta, Teater Cassello SMUN 1 Wates Kulonprogo Yogyakarta, Teater
Thinthing Wates Kulonprogo Yogyakarta, SMU Kolese GONZAGA Jakarta (event
tertentu), Kolese LOYOLA Semarang Jateng (event Tertentu). Teater Sangkar UPN
Veteran Yogyakarta, Teater RAI ISI Yogyakarta, Teater DOEA KATA ISI Yogyakarta,
dan saat ini sedang merintis kelompok teater di Wates Kulonprogo Yogyakarta.
Tinggal di Gowongan Kidul Jt3/412 Yogyakarta, HP. 08179417613,
e-mail:masa_teater@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar