SETTING: RUMAH RADEN SUWIRYO DJAJADININGRAT
Nampak R. Suwiryo duduk di ruang
tamu sedang nonton televisi, acara Ludruk Kartolo CS di JTV. Suwiryo sangat
menikmati hiburan tersebut.
AGUS :
(mengetuk pintu)
SUWIRYO :
Ealah, alah alah, ada orang rupanya. Ooo Agus Budiono, walah walah… kok
njanur gunung. Apa kabar ? Baik….? (mereka bersalaman)
AGUS :
Baik, terima kasih, bagaimana dengan bapak ?
SUWIRYO :
Baik, baik. Terima kasih atas doamu, wel geduwel bleh…….duduklah.
Memang tidak baik melupakan tetanggamu, Agus. Tapi, tunggu dulu, tumben kau kok
pakai pakaian resmi-resmian ? Pakai Jas, dasi, sapu tangan, wel geduwel……………..Mau
kondangan kemana ?
AGUS :
Bukan, saya hanya ingin mengunjungi Pak Suwiryo Djajadiningrat yang
baik.
SUWIRYO :
Lalu mengapa pakai jas segala ? Seperti lebaran saja.
AGUS :
Begini soalnya (memegang tangannya sendiri), saya mengunjungi Pak
Suwiryo yang baik, karena ada satu permintaan. Sudah lebih dari satu kali saya
merasa sangat beruntung mendapat pertolongan dari njenengan pak dan selalu
boleh dikatakan……………..tapi saya, saya begitu gugup. Bolehkah saya minta segelas
air Pak Suwiryo ? ………….segelas air !
SUWIRYO :
(kesamping mengambil minuman) Paling mau utang duwit lagi. Tapi tak
mungkin kuberi. (kpd Agus) Ada apa sebenarnya Gus ?
AGUS :
Terima kasih Pak Suwiryo……..maaf………Pak Suwiryo Djajadiningrat yang baik,
saya begitu gugup, pendeknya tak seorangpun bisa menolong saya, kecuali panjenengan.
Meskipun saya tak patut menerimanya dan tak berhak pula mendapat pertolongan
dari panjenengan pak.
SUWIRYO :
Ah, Agus jangan bertele-tele, langsung saja, ada apa ?
AGUS :
Segera, segera, soalnya adalah saya datang untuk melamar putri Bapak
(berbalik badan)
SUWIRYO :
(dengan girang) Anakku Agus, Agus Budiono, ucapkanlah itu sekali
lagi, aku hampir tidak percaya.
AGUS :
Saya merasa terhormat untuk meminang…………….
SUWIRYO :
Anakku sayang, aku sangat gembira, wel geduwel………(memeluk) Aku sudah
mengharapkannya lama sekali, memang itulah keinginanku, aku selalu mencintaimu
Agus, seperti kau ini anakku sendiri. Moga-moga Tuhan memberkahi kalian,
memberikan kalian cinta, nasib baik, wel geduwel……..aku selalu
mengharapkannya……………mengapa
aku berdiri disini seperti tiang ? Aku membeku karena girang,
membeku seratus persen seluruh hatiku. Sebaiknya aku panggil Rahayu ……………. wel
geduwel bleh………..
AGUS :
Pak Suwiryo Djajadiningrat yang baik, bagaimana pak ? Bolehkah aku
mengharapkan dia menerima lamaranku ?
SUWIRYO :
Bagi seorang yang gantengnya seperti kau, dia akan menerima
lamaranmu. Aku yakin sekali, ia sudah rindu seperti kucing,
wel geduwel bleh………..sebentar…………….(keluar)
AGUS :
Aku kedinginan, gemetar seperti hendak menempuh ujian penghabisan,
tapi baiknya adalah memutuskan sesuatu sekarang juga, kalau orang berpikir
terlalu lama, ragu-ragu membicarakannya, menunggu kekasih yang cinta sehidup
semati, akhirnya malah tidak kawin-kawin……… brrr……aku kedinginan. Rahayu Suwiryo gadis yang baik, ia pandai memimpin
rumah tangga, ia tidak jelek, terpelajar, tamatan SKP,
apalagi yang aku inginkan ? Tapi aku sudah pening, aku gugup
(minum). Ohh… aku harus kawin. Pertama, aku sudah berumur 30 tahun, boleh
dikatakan umur yang kritis juga. Aku butuh hidup teratur dan tidak terlalu
tegang, karena aku punya penyakit jantung, selalu berdebar-debar, aku selalu
terburu-buru, bibirku gemetar dan mataku yang kanan selalu
berkerinyut-kerinyut. Kalau aku baru naik ranjang dan mulai terbaring,
oooooo……..pinggang kiriku sakit. Aku bangun, meloncat seperti orang kalap ! Aku
bejalan sedikit baru kemudian aku pergi tidur lagi, tapi kalau aku hampir
ngantuk datang lagi penyakit itu dan ini berulang sampai dua puluh kali. (Rahayu
masuk)
RAHAYU :
Ooo kamu, mengapa ayah mengatakan ada pembeli mau mengambil
barangnya ? Apa kabar Agus Budiono ?
AGUS :
Apa kabar Rahayu Wulandari yang baik ?
RAHAYU :
Maafkan kalau bajuku jelek, aku sedang mengiris buncis di dapur.
Mengapa sudah lama tidak datang ? Duduklah (mereka duduk). Sudah makan ? Mau
rokok ? …………ini koreknya. Hari terang sekali, sehingga petani-petani tak dapat
kerja. Sudah berapa jauh hasil panenmu ? Sayang aku terlalu serakah memotong
tanaman, sekarang aku menyesal. Aku takut busuk, aku seharusnya menunggu.
(memandang sebentar baru menyadari) Eeh, apa ini ? Pake baju begini…….baru ?
Mau pergi kemana Agus ? Ouu…….kau sangat cakep sekarang ! Ada apa ?
AGUS :
(gugup) Begini Rahayu Suwiryo
yang baik, sebabnya ialah, aku sudah memastikan bahwa ayahmu ingin agar kau
mendengar langsung dari aku. Tentunya kau tak mengharapkan ini, dan mungkin kau
akan marah. Tapi……….oh………..dingin sekali (minum).
RAHAYU :
Ada apa ? (hening)
AGUS :
Akan kusingkat saja. Kau tahu Rahayu
yang manis bahwa sejak kecil aku mengenal kau dan keluargamu. Almarhumah
bibiku dan suaminya, dari mana aku, seperti kau ketahui, diwarisi tanah dan
rumah, selalu menaruh hormat dan menjunjung tinggi ayah dan ibumu. Keluarga
Cokrosasmito ayahku dan dan keluarga Raden Suwiryo ayahmu, selalu rukun dan
boleh dikatakan sangat intim. Lebih-lebih lagi seperti kau ketahui, tanahku
berdampingan dengan tanahmu. Barangkali kau masih ingat lapangan Sarigadingku
yang dibatasi oleh pohon-pohon…………..
RAHAYU :
Maaf aku memotong. Kau katakan “lapangan Sarigadingku”. Apa benar
itu milikmu ?
AGUS :
Ya, itu milikku.
RAHAYU :
Jangan keliru. Lapangan Sarigading adalah milik kami, bukan milikmu.
AGUS :
Tidak, itu adalah milikku, Rahayu Wulandari yang manis.
RAHAYU :
Aneh, baru kudengar sekarang. Betapa mungkin tanah itu tiba-tiba
jadi milikmu ?
AGUS :
Tiba-tiba jadi milikku ? Ah, ning………..aku ini sedang berbicara
tentang lapangan Sarigading yang terbentang antara kebunku dan rawa kering.
RAHAYU :
Aku tau, itu adalah milik kami.
AGUS :
Tidak, Rahayu yang terhormat,
kau keliru, itu adalah milik kami.
RAHAYU :
Pikirlah apa yang kau omongkan Cak Agus yang pikun……..sejak berapa
lama tanah itu jadi milikmu ?
AGUS :
Apa yang kau maksudkan dengan “berapa lama” ? Sejak aku masih
kencing tengkurap, tanah itu adalah milik kami.
RAHAYU :
Mana bisa……… ?!
AGUS :
Aku punya bukti tertulis, Rahayu
Wulandari Suwiryo Djajadiningrat ……………Lapangan Sarigading dulu memang
hak milik yang dipersoalkan. Tapi sekarang setiap orang tau, bahwa tanah itu
milikku dan hal itu sekarang sudah tidak jadi persoalan lagi. Pikirlah
baik-baik…………….nenek bibiku mengijinkan tanah itu dipakai oleh petani-petani kakek
ayahmu tanpa uang sewa selama 40 tahun, dan sudah jadi kebiasaan mereka untuk
menganggap tanah itu jadi milik mereka. Tapi sesudah itu, sesudah perjanjian
habis, yaitu sesudah proklamasi………
RAHAYU :
Semua ucapanmu sama sekali tidak benar. Ayah kakekku dan kakekku,
keduanya menganggap bahwa tanah mereka memanjang sampai rawa kering. Jadi
lapangan Sarigading adalah milik kami. Walah…………..aku gak ngerti apa yang jadi
persoalan, ini jelas merusak suasana Agus Budiono !
AGUS :
Akan kutunjukkan dokumen-dokumennya Rahayu Wulandari.
RAHAYU :
Kau itu mau melucu atau memang menggoda aku ? Itu tidak lucu sama
sekali. Kami memiliki tanah itu hampir 3 abad lamanya dan sekarang tiba-tiba
kudengar tanah itu bukan milikku. Maaf Agus Budiono Cokrosasmito, aku terpaksa
tidak dapat mempercayai ucapan-ucapanmu itu. Aku tidak tergila-gila pada tanah
lapangan itu, besarnya juga tidak lebih dari 20 meter dan harganya paling juga
cuman berapa juta. Tapi aku terpaksa protes karena ketidakadilan. (Agus respon
mau ngomong) Kau boleh mengatakan apa yang kau sukai tapi aku tidak dapat
membiarkan ketidakadilan.
AGUS :
Aku mohon kau sudi mendengarkan aku. Petani-petani kakek ayahmu,
seperti kukatakan tadi, membikin batu bata untuk nenek bibiku dan (menghela
nafas) nenek bibiku karena ingin membalas kebaikan ini……...
RAHAYU :
Kakek, nenek, bibik, aku gak ngerti itu semua. Lapangan Sarigading
itu adalah milik kami ! Itulah………….
AGUS :
Milikku ! Milikku………!
RAHAYU :
Milik kami….! Biarpun kau akan bertengkar selama 2 hari dan memakai
15 jas ini, tapi lapangan itu tetap milik kami, kami, kami…..
Aku tak menghendaki kepunyaanmu, tapi aku gak pingin kehilangan
punyaku. Sekarang kau boleh katakan apa yang kau suka.
AGUS :
Aku juga tak tergila-gila pada lapangan itu, Rahayu Wulandari. Kalau
kau mau akan kuberikan tanah itu padamu sebagai hadiah.
RAHAYU :
Aku yang bisa berikan tanah itu padamu sebagai hadiah, karena itu
adalah milikku. Ini jelas merusak suasana Agus Budiono. Percayalah, sampai
sekarang aku masih memandangmu sebagai sahabat yang baik. Tahun yang lalu kami
meminjamkan mesin penggilingan padi hingga bulan November dan sekarang kau
berani menganggap kami sebagai kaum melarat, menghadiahi aku dengan tanahku
sendiri. Maafkan aku Agus Budiono, ini bukan sikap tetangga yang baik. Bisa aku
pastikan bahwa ini kuanggap sebagai suatu penghinaan.
AGUS :
Kalau begitu menurut anggapanmu, aku ini kau anggap garong ? Oh, aku
belum pernah merampas tanah orang lain, ning, dan aku tidak bisa membiarkan
siapapun juga menghina aku dengan cara yang demikian. (minum) Lapangan
Sarigading adalah milik kami.
RAHAYU :
Bohong ! Milik kami !
AGUS :
Milikku ! Milikku !
RAHAYU :
Bohong ! Akan kubuktikan, hari ini akan kusuruh buruh kami memotong
rumput di lapangan itu.
AGUS :
Ya kutendang mereka semua keluar.
RAHAYU :
Awas kalau berani.
AGUS :
(memegang dadanya) Lapangan Sarigading adalah milikku ! Milikku !
RAHAYU :
Gak usah menjerit. Kau boleh berteriak-teriak sampai kehilangan
nafas karena marah kalau di rumahmu sendiri, tapi disini kuminta jangan………
kuminta agar kau tau adat.
AGUS :
Kalau aku tidak sakit ning………..kalau kepalaku tidak
berdenyut-denyut, aku tidak akan berteriak-teriak seperti ini. (teriak)
Lapangan Sarigading milikku !!!
RAHAYU :
Punya kami !
AGUS :
Punyaku !
RAHAYU :
Kami !
AGUS :
Punyaku !!! (Suwiryo masuk)
SUWIRYO :
Ada apa berteriak-teriak ? Mengapa ?
RAHAYU :
Ayah, coba terangkan sama orang ini, siapa yang memiliki lapangan
Sarigading, dia atau kita ?
SUWIRYO :
Agus, lapangan Sarigading adalah milik kami.
AGUS :
Masya Allah, Pak Suwiryo ! Bagaimana bisa jadi milik sampeyan ?
Cobalah sedikit adil. Nenek bibiku meminjamkan lapangan tersebut
kepada petani-petani kakek sampeyan, mereka telah memakainya selama
40 tahun, dan mereka menganggap bahwa tanah itu telah menjadi milik mereka.
Tapi ketika perjanjian selesai maka tanah itu adalah milik kami.
SUWIRYO :
Maaf ya Gus, kau lupa bahwa petani-petani itu tidak membayar sewa
kepada nenekmu, wel geduwel, karena justru hak tanah itu dipersoalkan, dan tak
lama kemudian…………sekarang tiap anjingpun mengetahui kamilah pemiliknya, mungkin
kau belum melihat petanya, Agus !
AGUS :
Akan kubuktikan bahwa akulah pemiliknya.
SUWIRYO :
Akan tidak bisa nak………….
AGUS :
Tentu saja bisa !!! (tegas berteriak ngotot)
SUWIRYO :
Mengapa kau berteriak-teriak Agus ? Kau tidak usah membuktikan
apa-apa dengan menjerit-jerit, aku tidak menginginkan kepunyaanmu dan aku juga
tidak mau menyerahkan kepunyaanku ! Untuk apa ? Kalau kau Agus……..kalau kau
sudah berani mencoba-coba bertengkar tentang lapangan itu, lebih baik aku
berikan kepada petani-petani itu daripada kau, mengerti ?!!
AGUS :
Itu kurang kumengerti, atas hak apa bapak menghadiahkan hak orang
lain?
SUWIRYO :
Aku bebas memutuskan, apakah aku berhak atau tidak. Aku bisa
mengucapkan namamu “juragan muda”, tapi aku tidak bisa bicara dengan cara
seperti ini. Umurku ini sudah dua kali umurmu juragan muda, dan kuminta supaya
kau bicara tanpa berteriak-teriak wel geduwel…………
AGUS :
Apa ? Bapak menganggap aku ini tolol dan menertawakan aku ?
Katamu... tanahku adalah tanah bapak ? Dan bapak masih saja mengharapkan aku
agar aku diam saja ? Ouu….aku harus bicara secara patut kepada bapak ?
Huh, itu bukan sikap tetangga yang baik Pak Suwiryo Djajadiningrat
…….. kau bukan tetangga yang baik, kau lintah darat .
SUWIRYO :
Apa katamu ? Lintah darat ?
RAHAYU :
Ayah, suruhlah buruh-buruh itu memotong rumput di lapangan itu
segera.
AGUS :
Memotong rumput untumu iku ning.
RAHAYU :
Lapangan Sarigading adalah milik kami dan kami tidak akan menyerahkan
kepadamu. Aku tidak mau, aku tidak mau………..
AGUS :
Ooh……. persoalan ini akan berlarut-larut nantinya. Akan kubuktikan
di pengadilan, bahwa akulah pemiliknya.
SUWIRYO :
Di depan pengadilan boleh saja juragan muda, wel geduwel, boleh saja. Kau memang telah lama
menunggu-nunggu kemungkinan untuk membawa persoalan ini ke pengadilan adat,
yang menggunakan undang-undang peradilan secara licik. Memang semua keluargamu
suka bertindak licik !!.......semuanya…………!!
AGUS :
Bapak jangan menghina keluargaku. Semua keluarga Cokrosasmito selalu
orang yang dapat dipercaya dan tidak seorangpun yang muncul di pengadilan
karena melarikan uang seperti paklikmu iku (kpd Rahayu).
SUWIRYO :
Semua keturunan dari Cokrosasmito keturunan sempel !
RAHAYU :
Ya………semuanya………..semuanya………………
SUWIRYO :
Mbahmu tukang adu pitik, bibikmu yang termuda minggat dengan mandor
PU, wel geduwel bleh…….(lemah)………..
AGUS :
Halah, bibikmu bungkuk seperti udang (memegang dadanya) Aduh
pinggangku……..sakit, darahku naik ke kepala……. Masya Allah……….. air…………
SUWIRYO :
Ayahmu seorang yang mata keranjang !!!
RAHAYU :
Dan tak ada yang dapat mengalahkan bibimu yang latah dan judesnya
kondang se kecamatan !!
AGUS :
Ooooh………kakiku sudah lumpuh ! Kalian memang sengaja berkomplot !
Tukang komplot ! Ohh………….mataku berkunang-kunang, mana…..manaa……mana topiku ?
Mana pintunya ?! Aku mau pulang !
RAHAYU :
Jahat ! Licik ! Memuakkan !
SUWIRYO :
Dan kau sendiri adalah orang yang penyakitan, kepala dua, penyebar
malapetaka, itulah kau !!
AGUS :
Mana pintunya ? Ooh…jantungku, kemana aku harus keluar………….? Mana
pintunya………… ? (Agus keluar meraba pintu)
SUWIRYO :
Selangkahpun jangan lagi memasuki rumah ini !!
RAHAYU :
Bawa saja ke pengadilan, kita lihat nanti. (Agus keluar meraba
pintu)
SUWIRYO :
Jangkrieeeekkk……Persetan dia…………(mondar-mandir dengan marah)
RAHAYU :
Orang sialan, bagaimana kita bisa percaya lagi kebaikan tetangga
sesudah ini ? Penjahat ! Orang tolol ! Berani mengaku-ngaku tanah orang dan
menghina pemiliknya, sialan !!
SUWIRYO :
Dan si konyol itu……… si jelek itu………. berani melamarmu wel geduwel
bleh……….. pikirlah………..me-la-mar-mu.
RAHAYU :
Hhhhhaaahh…..?! Melamar apa ?
SUWIRYO :
Dia datang kesini dengan tujuan untuk melamarmu.
RAHAYU :
Melamar aku ? Mengapa ayah tidak beritahu lebih dulu (menyesal).
SUWIRYO :
Karena itulah dia berpakaian seperti karnaval, necis ! Dasar bulus
!!
RAHAYU :
Melamar aku ? Melamar……?......Aaa (jatuh ke kursi)……... Bawa dia
kembali……. Bawa dia kembali………. Oooh bawa dia kembali……….!!
SUWIRYO :
Aduh, bawa dia kembali ???
RAHAYU :
Lekas…… cepetan Yah ! Aku mau pingsan, bawa dia kembali !!
SUWIRYO :
Aduh……… iyo iyo nduk, segera, jangan menangis. Apa yang akan kita
lakukan…..?! Wel geduwel bleh…….. (lari keluar)
RAHAYU :
Oh Tuhan, bawa dia kembali, bawa dia kembali………
SUWIRYO :
(masuk) Dia segera datang katanya. Oalah, alangkah sulitnya menjadi
ayah dari seorang gadis yang sudah besar dan sudah kepingin kawin. Akan
kupotong leherku. Kita hina orang itu, kita permainkan, kita usir dia, karena
salahmu………karena kau.
RAHAYU :
Tidak, Ayah yang salah.
SUWIRYO :
Haa……? Salahku ? Ngono yo ? (Agus masuk) Nah…… bicaralah sendiri
dengannya ! (keluar)
AGUS :
(masih terengah-engah) Hatiku berdebar-debar, kakiku lumpuh,
pinggangku sakit seperti ditusuk jarum.
RAHAYU :
(dengan manisnya) Kami minta maaf cak Agus, kami terlalu
terburu-buru…… Cak Agus Budiono Cokrosasmito, sekarang aku ingat, lapangan
Sarigading adalah milikmu sungguh-sungguh……
AGUS :
Oh…. Jantungku berdebar-debar hebat. Ya, lapangan Sarigading adalah…….
milikku. Aaaaaa…….. kedua mataku berdenyut-denyut.
RAHAYU :
Ya, milikmu, betul milikmu. Duduklah (mereka duduk). Kami tadi
salah.
AGUS :
Aku bertindak menurut prinsip. Aku tak menghargai tanah lapang itu,
yang aku hargai, prinsipnya.
RAHAYU :
Betul, prinsipnya. Mari kita bicarakan soal lain.
AGUS :
Terutama aku punya bukti-buktinya ning Rahayu Wulandari. Nenek
bibiku memberikan ijin kepada petani kakek ayahmu.
RAHAYU :
Cukup, cukup tentang hal itu. (bicara sendiri) Ehm, saya tak tahu
bagaimana memulainya. (kpd Agus) Apakah kita akan berburu rusa pada suatu hari
?
AGUS :
(mulai hidup) Berburu rusa ? eee……. Aku berharap akan berburu ayam
liar setelah panen selesai, ning Rahayu Suwiryo
yang baik. Tapi sudahkah kau dengar betapa jeleknya nasib si Belang anjingku ?
Kau kenal dia ? Kakinya lumpuh.
RAHAYU :
Kasihan, bagaimana terjadinya ?
AGUS :
Entahlah, mungkin otot kakinya terkilir atau mungkin digigit anjing
lain. Tapi anjingku adalah yang terbaik, lagipula belum kusebutkan berapa harga
yang kubayar untuk dia. Tahukah kau bahwa telah kubayar kepada Cak Sogol
sebanyak 2 juta rupiah untuk si Belang.
RAHAYU :
Terlalu mahal untuk seekor anjing cak Agus.
AGUS :
Kukira jumlah itu murah sekali Rahayu , ia anjing yang lucu dan
cerdik pula.
RAHAYU :
Ayah hanya membayar 150 ribu untuk si Kliwon, dan si Kliwon jauh
lebih cerdik daripada si Belang.
AGUS :
Si Kliwon lebih cerdik dari si Belang ? (tertawa) Mana bisa si
Kliwon lebih cerdik dari si Belang ?
RAHAYU :
Ya, tentu saja si Kliwon masih muda sebetulnya……… tapi kalau dilihat
sifat-sifatnya dan kecerdikannya, Raden Cokrosasmito……………. tak ada seekor
anjing lainpun yang menyamainya dan bisa mengalahkannya.
AGUS :
Maaf Rahayu Wulandari, tapi kau lupa bahwa si Kliwon berkumis
pendek, dan oooo……. anjing yang berkumis pendek itu kurang pandai menggigit.
RAHAYU :
(mulai meninggi) Kumis pendek, huh ! Baru sekali ini aku mendengar
tentang hal itu.
AGUS :
Aku tahu, kumisnya yang atas lebih pendek daripada kumis bawahnya.
RAHAYU :
Sudah kau ukur ?!!
AGUS :
Oh ………ya, anjingmu itu tentu saja cukup baik untuk mengikuti bau
binatang kalau sedang berburu, tapi dia tak pandai menggigit.
RAHAYU :
Tapi pada anjing peliharaanmu itu keturunannya tak dapat dilihat dan
lagi ia sudah tua dan jelek seperti nenek trembil.
AGUS :
Ooohh ……….ia sudah tua memang, tapi aku tak mau menukarnya dengan
sepuluh ekor anjing seperti si Kliwon. Dan sudah pasti tak perlu ditanyakan,
setiap pemburu punya berpuluh-puluh anjing seperti si Kliwon itu dan harga 100
ribu sudah terlalu mahal untuknya.
RAHAYU :
Tampaknya hari ini ada setan berbantahan dalam dirimu Agus Budiono.
Pertama, kau tadi mengakui lapangan Sarigading adalah milikmu, lalu sekarang
kau mengatakan si Belang anjingmu lebih cerdik dari si Kliwon. Aku…….. tak suka
pada lelaki yang mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan pikiranku. Kau
pasti tahu bahwa anjing kami 100 kali lebih bagus dan berharga daripada
anjingmu yang bodoh itu. Lalu mengapa kau katakan yang sebaliknya ?
AGUS :
Sekarang sudah jelas Rahayu Wulandari, bahwa kau buta dan tolol.
Insyaflah ning, bahwa anjingmu itu berkumis pendek.
RAHAYU :
Bohong………!
AGUS :
Betul………..!
RAHAYU :
Booohoooooooooooooong………….!!!!!
AGUS :
Mengapa menjerit-jerit ? Mengapa kau berteriak-teriak ?
RAHAYU :
Mengapa kau berbicara omong kosong ? Bikin darahku mendidih saja.
Sudah masanya si Belang anjingmu yang buduk itu ditembak mati, tapi malah kau
bandingkan dengan si Kliwon.
AGUS :
(merasa sakit lagi) Maaf aku tidak bisa meneruskan soal ini,
jantungku berdebar.
RAHAYU :
Aku iki wis njajah deso milangkori (sudah berpengalaman), bahwa
laki-laki yang omong besar tentang perburuan, biasanya tak mengetahui tentang
soal itu.
AGUS :
Ning, kuminta jangan bicara, kepalaku akan pecah, diamlah !!
RAHAYU :
Aku takkan diam sebelum kau mengakui bahwa si Kliwon 100 kali baik
dari si Belang.
AGUS :
100 kali lebih jelek ! Persetan dengan si Kliwon. Ohhh kepalaku…………
aouuhh mataku………..pundakku……….
RAHAYU :
Si Belangmu yang bodoh itu tak memerlukan ucapan persetan, ia boleh
dianggap mati saja.
AGUS :
Diaam ! Jantungku mau pecah ! Oohhh……….
RAHAYU :
Sekarang apa lagi ?? (Suwiryo masuk) Ayah, katakan dengan
sungguh-sungguh, dengan pikiran yang sehat, anjing mana yang lebih baik, si
Kliwon atau si Belang miliknya ?
AGUS :
Pak Suwiryo, aku hanya minta jawaban atas pertanyaanku, apakah si
Kliwon berkumis pendek ataukah tidak ? Iya atau tidak ?
SUWIRYO :
Kenapa kalau iya ? Lalu kenapa kalau tidak ? Itu kan tidak berarti
apa-apa. Tak ada lagi anjing yang baik di daerah kita ini.
AGUS :
Tapi si Belang lebih baik dari si Kliwon bukan ? Betul kan ?
SUWIRYO :
Jangan terburu-buru Gus, duduklah. Si Belang tentu mempunyai
sifat-sifat yang baik, dia anjing yang tahu adat, kakinya kuat, cukup gemuk,
wel geduwel bleh…………. Tapi anjing itu nak, kau ingin tahu ? Hidungnya seperti
bola.
AGUS :
Maaf jantungku berdebar-debar. (tempo) Mari kita tinjau
fakta-faktanya. Kalau bapak ingat, di rumah pakde Mansyur anjing Raden Wiratno
dikalahkan si Belang, sedangkan si Kliwon anjing Bapak berada setengah kilometer
dibelakang mereka.
SUWIRYO :
Ojok kaspo ! Agus, aku ini orang yang cepat marah jadi kuminta kau
hentikan bualanmu itu. Ia dilecut orang, karena tiap hari orang iri melihat
anjing itu. Misalnya saja kau temukan bahwa anjing kami lebih pandai dari si Belang,
akhirnya kau mulai mengatakan ini itu tentang dia, wel geduwel bleh, ingat itu
Agus ?
AGUS :
Kuingat juga.
SUWIRYO :
(menirukan) Kuingat juga. Apa yang kauingat ??
AGUS :
Jantungku berdebar-debar, kakiku sudah hilang rasa semua, aku tak
bisa.
RAHAYU :
(menirukan, sinis) Jantungku berdebar-debar, itukah sikap seorang
pemburu ? Merengek ? Hei Agus,…….. kau seharusnya berbaring di ranjang dan
minum obat kuat, daripada berburu srigala. Huuh, jantungku berdebar-debar, huh.
SUWIRYO :
Ya benar. Itukah seorang pemburu ? Dengan penyakit jantungmu itu
seharusnya kau tinggal dirumah daripada terguncang-guncang diatas kuda.
Kalau kau betul-betul seorang pemburu ya tak apalah, tapi kau cuma
ikut-ikutan untuk bertengkar dan ikut-ikutan campur tangan urusan anjing lain,
wel geduwel bleh. Aku cepat marah Agus. Lebih baik kau hentikan saja
perbantahan ini. Kau-bukan-seorang-pemburu !!
AGUS :
(bangkit menantang) Dan kau ? Apakah kau juga seorang pemburu ? Kau
ikut kan hanya untuk korupsi dan menjilat hati pembesar-pembesar. Ooh
jantungku. Kau ikut orang……… berkomplot !!
SUWIRYO :
Apa ?? Aku orang berkomplot ??!! (berteriak) Tutup mulutmu !!
AGUS :
Tukang komplot.
SUWIRYO :
Pengecut, arek umbaran !
AGUS :
Tikus tua ! Rentenir ! Lintah darat !!
SUWIRYO :
Tutup mulutmu atau akan kubunuh kau dengan senapan ayam liar.
Goblok!!
AGUS :
Setiap orang mengetahui……. oh jantungku………. bahwa istrimu dulu suka
memukulimu……. Ooooh…….. jantungku………… bahuku………. mataku………. aku pasti mati………
oohh……………
SUWIRYO :
Daripada raimu itu, suka ngintip babu-babu tetangga.
AGUS :
Oh…..oh……oh……. jantungku pasti hancur ini, pundakku sudah linu.
Kenapa dengan pundakku ? Oooohh…… aku pasti mati (jatuh ke lantai)
SUWIRYO :
Setan alas ! Pengecut ! Clipir ! Guoblok ! Aku merasa panas…………. (terduduk)
tolol…… tolol…… tolol………..
(minum)
RAHAYU :
Seorang pemburu apa kau ? Tidak tahu sedikitpun soal menunggang
kuda…….. Ayah !! Kenapa dia ? (berteriak) Ayah, ayah ! Lihatlah dia ! Lihatlah
Agus, yah ! Oohh dia mati !
SUWIRYO :
Aku merasa lemas, sudah bernafas kurang hawa.
RAHAYU :
Ia mati……..! Ia mati……..!!
SUWIRYO :
Siapa yang mati ? (melihat Agus) Ia benar-benar telah mati, Ya Allah
! Dokter !! (meletakkan air di bibir Agus) Minum……. ia tidak mau minum. Jadi
dia mati, wel geduwel bleh………… mengapa aku tak menembak diriku ? Beri aku
pistol…….. pisau…………! (Agus bergerak-gerak) Kurasa dia hidup……..minum, minumlah
Agus….…..
AGUS :
Dimana aku ?? (nggliyeng)
SUWIRYO :
Sebaiknya kau segera kawin, wel geduwel bleh, persetan kalian. Dia
menerima kamu. Aku berikan anakku.
AGUS :
Ahh siapa ? (bangun) Siapa ?
SUWIRYO :
Ia menerimamu dan persetan kalian.
RAHAYU :
(hidup) Yaaa……. Yaaaa…… kuterima kau.
SUWIRYO :
Jabatlah nak, jabatlah tangannya wel geduwel bleh.
AGUS :
Haa, apa ? Aku gembira, maaf ada apa sebenarnya ? Oohh ya, aku
mengerti. Jantungku berdebar-debar, kepalaku pusing. Aku senang Rahayu yang
manis.
RAHAYU :
Aku……. Aku juga senang Agus Budiono.
SUWIRYO :
Nah………… selesailah sudah satu persoalan di dalam kepalaku.
RAHAYU :
Tapi kau harus terima sekarang, si Belang lebih bodoh dari si
Kliwon.
AGUS :
Haa ? Oh dia lebih cerdik Rahayu Wulandari sing ayu dhewe.
RAHAYU :
Ia kurang cerdik !
AGUS :
Ia lebih cerdik !
RAHAYU :
Kurang !
AGUS :
Lebih !
RAHAYU :
Kurang !
AGUS :
Lebih !
SUWIRYO :
Naahhh ! Inilah permulaan hidup sepasang suami istri………..!! Wel
geduwel bleh ! Bakso ! Bakso ! Tahu Campur ! Lontong balap ! Kikil ! Rujak
Cingur ! Semanggi ! Kupang ! Tahu Tek !
Kita pesta ! Kita pesta !! Kondangan Rek !!
SELESAI
dalam rangka ujian karya akhir Teater
Oleh : Muhammad Abduh Abbas
NIM : 2007.4.111.2678
STKW SURABAYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar